Tantangan Nikmat
Setelah berbincang sejenak di kamar hotel, kami ber-6 dengan 2 taxi menuju Club Deluxe di bilangan Tunjungan, mereka ingin santai dulu sambil berkaraoke di Club itu.
Sebagian waitress dan mami ditempat itu sudah mengenali Indri, apalagi aku yg sering sekali menemani tamu tamu bersantai disitu hingga Mami Mami disitu tak perlu repot mencarikan Purel untuk rombongan kami karena sudah cukup pasangannya.
Setelah memesan minuman yg kebanyakan ber-alkohol, kamipun bernyanyi dengan modal nekat meski suara pas pas-an, yg penting enjoy dan tamuku bisa rileks disitu.
Satu jam berlalu, snack dan minuman sudah berulang kali diganti dengan yg baru, entah berapa gelas alkohol yg telah mengisi rongga mulutku, aku tak bisa menghitungnya, kepalaku sudah mulai agak pusing. Untunglah Tomi, pasanganku, mencegah ketika aku pesan Singapore Sling, rupanya dia melihatku mulai agak mabok, sebagai gantinya dipesankan aku teh hangat.
Slow dance, House Music, ataupun joget dangdut bergantian kami lakukan, tdk hanya dengan Tomi tapi tak jarang berganti ke Pras ataupun Indra, temannya yg lain. Tak bisa dihindari tangan merekapun dengan nakalnya ikutan menjamah pantat dan terkadang toketku, aku tak protes karena Tomi, pasanganku, malakukan hal yg sama pada Indri atau Ana.
Ketika lagu mandarinnya Andi Lau sedang dikumandangkan Indra dengan suara fals-nya, Indri memanggil aku dan Ana ke Toilet di kamar itu, meninggalkan ketiga laki laki itu menyanyi sendiri.
“Rek (panggilan khas Surabaya), kita taruhan yuk” sambut Indri ketika kami bertiga di toilet.
Aku yg sudah terbiasa dengan berjudi jadi tertarik.
“Taruhannya gimana dan hadiahnya apa?” tanyaku penuh minat.
“Kita lakukan dengan cara yg berbeda dari biasanya” sambung Indri, kulihat matanya berbinar melihat aku dan Ana menyambut dengan antusias.
“Begini, kita lakukan oral pada pasangan kita masing masing, siapa yg bisa membuat orgasme pertama dialah yg menang dan yg terakhir harus membayar, nomer 2 nggak dapat apa apa..”
“Setuju, berapa taruhannya?” potong Ana langsung dengan penuh percaya diri.
“Sabar dulu non, nah disini asiknya permainan ini, yg terakhir membuat orgasme maka dia harus membayar uang bookingan pada tamu berikutnya, dimana yg mencarikan tamu itu adalah pemenang pertama” jelas Indri.
“Jadi yg kalah harus menyerahkan hasil bookingan untuk tamu yg dicarikan pemenang?” tanya Ana seolah memperjelas.
“Yap, dan tdk boleh menolak tamu macam apapun, apa itu kaya, muda, tua pokoknya terima layani saja tamu yg dikirim pemenang, titik, setuju?” jelas Indri lagi.
“Deal” tantang Ana.
Aku diam saja.
“Gimana Wi, berani nggak?” tanya Ana sambil menatapku.
Sebelum aku menjawab, pintu toilet dibuka, Indra masuk.
“Eh kalau arisan jangan di toilet dong, kami jadi batu nih sendirian” celetuk Indra, tanpa mempedulikan kami dia langsung membuka celananya dan kencing di kloset, kami terdiam.
“Jangan lama lama ya, ntar kami jadi patung lho” katanya sambil mencium bibir Indri lalu keluar. “Aku sih setuju aja, tapi usul boleh kan, supaya permainan lebih menarik dan menantang gimana kalau taruhan dinaikkan, yg kalah menyerahkan hasil bookingan sekarang ke pemenang pertama, dan juga menyerahkan uangnya pada bookingan berikutnya dari tamu yg dicarikan pemenang pertama dan kedua, jadi looser loss all” usulku penuh percaya diri karena yakin bisa mengalahkan mereka, aku sudah sering melihat permainan oral Indri sedangkan Ana meski belum tahu kelihaiannya tapi rasanya tak mungkin kalah dengan Ana.
Indri diam memandang Ana.
“Jangan terlalu besar gitu ah, kasihan yg kalah nanti, gimana kalau setengah saja untuk bookingan sekarang, anggap saja uang panjar” kata Ana.
Setelah melakukan beberapa perubahan akhirnya kami sepakat dengan beberapa perubahan aturan main, pemenang dengan menelan sperma mendapat hadiah penuh bila tdk hanya separoh yg didapat, apabila mau melayani tamu pilihan kedua pemenang sekaligus alias 2 in 1, maka cukup menyerahkan setengah perolehannya, sedangkan hasil bookingan kali ini diberikan setengah ke pemenang pertama, Pemenang Pertama dan Kedua diberi kesempatan untuk mencarikan tamu tdk lebih dari 3 hari atau hadiah hangus. Mungkin kami sudah sama sama mabuk hingga melakukan taruhan yg nggak umum ini, bertiga kembali ke ruangan karaoke ke pasangan kita masing masing, kupanggil waitres yg siaga di depan pintu kamar.
“Jangan sekali kali masuk sebelum kami panggil dan tolong redupkan lampu itu” bisikku sambil menyelipkan 50 ribuan ke kantong bajunya.
Kami minta ketiga laki laki itu duduk berjejer di sofa panjang, tanpa bicara, kami langsung jongkok di depan pasangan kami, mereka terlihat bingung tapi tentu saja senang dan gembira melihat kami mulai membuka celananya dan mengeluarkan penisnya.
Seperti dikomando, bersamaan kami memasukkan penis itu ke mulut, perlombaan telah dimulai. Aku yg hanya mengeluarkan penis Tomi dari lubang resliting rasanya kurang bebas, kubuka celananya dan kulorotkan hingga ke lutut.
Kujilati seluruh penis Tomi dari ujung hingga lubang anus, kedua kakinya kunaikkan ke atas hingga aku bebas menyapukan lidahku ke daerah sekitar selangkangannya, kudengar dengan jelas desah kenikmatan dari Tomi, diiringi desahan Indra dan Pras.
Kukerahkan semua kemampuanku untuk memenangkan permainan ini, sesekali kulirik Indri menuntun tangan Indra ke balik kaosnya, diremas remasnya toket Indri. Sedangkan Ana aku yg di ujung tak bisa melihat trik-nya karena terhalang tubuh Indri. Kepala kami bergantian turun naik di selangkangan para laki laki itu, berlomba menggapai tepian nafsu yg tak bertepi.
Beberapa menit berlalu, aku semakin penasaran karena Tomi ternyata “bandel” juga, antara mabuk dan nafsu membuatku semakin nekat, dengan maksud membuat Tomi cepat terangsang dan orgasme, kubuka kaosku hingga menampakkan kedua bra hijau satin transparan yg tak mampu menyembunyikan tonjolan toketku dengan puting yg tampak menerawang meski lampu agak redup.
Tangan Tomi segera meraih dan meremas remas kedua toketku, tapi tampaknya dia ingin lebih, dikeluarkannya toketku dari sarangnya hingga menggantung bebas.
Ternyata aku membuat kesalahan fatal ketika melepas kaosku tadi, Indra yg duduk di sebelah Tomi justru lebih sering melototiku, pada mulanya aku senang saja mendapat perhatian darinya meski dia sedang memperoleh kuluman Indri, malahan perhatiannya lebih tercurah kepadaku saat Tomi mengeluarkan toketku, padahal Indri sudah mengikutiku melepas kaosnya.
Tiba tiba kudengar teriakan orgasme dari Indra, teriakan seperti itu biasanya terdengar begitu penuh menggairahkan, tapi kali ini terdengar sangat menyeramkan bagai petir di siang hari bolong. Aku sangat kaget, hampir tak kupercaya bahwa dia yg menurutku permainannya biasa biasa saja, tdk istimewa.
Aku dan Ana menghentikan kuluman sejenak untuk melihat apakah dia menelannya atau tdk, dan kembali aku terkaget saat Indri menelan dan menjilati sperma yg ada di mulut dan tangannya itu seperti menjilat ice cream, tak biasanya dia melakukan itu. Sungguh dengan telak dia mengalahkan aku pada situasi yg seharusnya aku menangkan.
“Oke nona nona manis, aku sudah selesai” katanya seraya berdiri menuntun pasangannya ke toilet, sepertinya melanjutkan permainan, namun dia sempat menerangkan lampu kamar, biar permainan lebih seru, katanya.
Kini tinggal aku dan Ana yg masih berjongkok dalam terangnya lampu kamar karaoke. Kamipun kembali berlomba memacu nafsu menuju garis tepi. Sudah kepalang tanggung, aku nggak mau menjadi pecundang, kulepas bra yg menutupi dadaku, supaya Tomi lebih bergairah, kurasakan penisnya semakin menegang dalam mulutku, akupun semakin liar mengulumnya, bahkan bertambah nekat, celanaku-pun akhirnya melayang dari tubuhku, menyisakan CD mini string yg masih menempel.
Sempat kulihat mata Pras melotot melihat tubuhku yg hampir telanjang, desahan Tomi semakin keras seakan mengimbangi alunan musik dari karaoke box yg masih terus bernyanyi tanpa ada yg memperhatikan.
“Wow, semakin panas nih permainan” komentar Indri ketika keluar dari toilet, aku tak memperhatikan lagi karena sedang memacu nafsu Tomi menuju puncak. “Aku akan jadi jurinya” lanjut Indri sambil duduk di pangkuan Indra di sofa seberang.
Sambil menyusurkan lidahku di selangkangan Tomi, kulirik Ana yg tengah asik mengulum penis Pras, pandanganku bertatapan dengan Pras yg tengah mengamati tubuh terutama toketku nan tengah dalam remasan pasanganku. Kembali kepala kami mengangguk angguk diselangkangan pasangan masing masing, memacu nafsu menuju tepian birahi.
Namun untuk kedua kalinya aku dikagetkan teriakan orgasme yg serasa menggelagar bagaikan suara guntur di siang hari, merontokkan segala kebanggaan yg selama ini kumiliki. Teriakan itu sepertinya sangat menyeramkan, baru kali ini aku begitu membenci teriakan orgasme dari laki laki, terutama dari Pras, lemaslah lututku seketika.
Kini kulihat Ana tengah menjilati sperma yg ada di bibir dan sekitar wajahnya sambil tersenyum penuh kemenangan memandangku, pandangan itu terlihat begitu penuh cemooh kemenangan, aku benar benar merasa bagaikan seorang pecundang dihadapan Ana dan Indri.
Meski sambil memendam kekesalan karena kalah, aku tetap melanjutkan kulumanku pada Tomi hanya untuk menyenangkan hatinya, namun hingga beberapa menit kemudian, tak terlihat ada tanda tanda menuju puncak, akhirnya aku menyerah dan menghentikan kulumanku, untungnya dia nggak marah.
“Nggak apa, kita lanjutkan nanti di hotel” katanya sembari mencium bibirku.
Dengan agak keras karena kesal, kuhempaskan tubuh hampir telanjang ke sofa diantara Pras dan Tomi, aku benar benar kecewa dengan penampilanku sendiri, sungguh kusesali kekalahan dari Indri dan Ana, bukan uang yg kupikirkan tapi lebih pada kebanggaan bahwa aku kalah dengan mereka pada situasi yg tdk kuharapkan.
“Tom, untung kamu dapat Dewi, disamping body-nya oke, oralnya juga hebat lho aku perhatikan tadi” kata Pras, kuanggap sebagai hiburan.
“Kalau saja dia nggak telanjang gitu, mungkin dia yg menang” lanjutnya mengagetkanku.
“Jadi..” tanyaku
“Ya, aku melihat bagaimana kamu ber-karaoke dengan tubuh hampir telanjang, makanya cepat naik” akunya cukup mengagetkanku, tak kusangka aku membuat kesalahan sefatal itu, kesalahan yg tanpa kusadari memberi peluang menang pada sainganku, mungkin juga Indra melakukan hal yg sama dan ternyata hal itu diakui olehnya.
“Melihat live show sambil di-oral tentu lebih cepat dibandingkan pemainnya sendiri” timpal Indra berteori sambil memangku dan memeluk Indri, keduanya tertawa.
Dengan membawa kekalahan telak, kami kembali ke Hotel, aku masih kesal dengan kekalahanku ini tapi Tomi menghibur dengan membesarkan hatiku untuk mengembalikan kepercayaanku.
“Kamu sangat baik kok, cuma karena kalah strategi dan aku juga memang sangat jarang bisa orgasme hanya dengan oral, apalagi rame rame seperti itu, pasti nggak akan bisa keluar, Indri tahu itu” katanya sesampai di kamar hotel. Aku terperangah, berarti aku sudah “dijebak” oleh Indri, tetapi dia hanya tertawa saat kutelepon tentang pengakuan Tomi.
“Deal is deal” katanya sambil menutup HP-nya, aku dongkol bukan karena kehilangan uang tapi merasa dipermainkan, awas kubalas nanti, tekadku dalam hati.
Aku menghindar saat Tomi tanya soal uang taruhan permainan tadi, dia mau mengganti karena dia juga merasa terlibat.
“Urusan wanita” jawabku singkat sembari melepas pakaianku untuk kedua kalinya, namun kali ini benar benar telanjang dihadapan Tomi yg baru kukenal beberapa jam yg lalu.
“Body kamu bagus, kencang lagi” katanya sembari mengelus dan meremas toketku, padahal dia sudah melakukannya sedari tadi.
Masih dengan pakaian lengkap, bibirnya langsung mendarat di puncak bukitku, dijilat dan dikulum penuh hasrat birahi, aku mendesah perlahan merasakan kegelian nan nikmat.
Tomi menelentangkan tubuh telanjangku di ranjang, secepat kilat dia melepas pakaiannya hingga kami sama sama bugil. Sedetik kemudian kepala Tomi sudah berada diantara kedua kakiku dengan lidah menari nari menyusuri klitoris dan daerah memek. Dengan rakus dia menyedot cairan basah yg ada di memekku, aku menjerit mendesah nikmat sambil meremas remas rambutnya.
Lidahnya cukup lincah menikmati detail memekku yg telah merasakan 2 penis dari tamu sebelumnya, Tomi adalah tamu ketiga-ku di hari itu. Kami berposisi 69, saling melumat dan saling membagi kenikmatan birahi. Aku-pun mulai menapak bukit menuju puncak kenikmatan bersamanya.
Hanya dengan sekal dorong, melesaklah penisnya memenuhi memekku, tdk sebesar tamuku sore tadi tapi tetap saja terasa nikmat, apalagi ketika dia mulai mengocokku dari atas sambil menciumi bibir dan leherku, membuat semakin melayang cepat menuju puncak.
Tdk seperti saat oral tadi, hanya beberapa menit berselang dia mengocokku menyemburlah spermanya memenuhi memek dengan kuatnya, aku menjerit terkaget nikmat menikmati denyutan demi denyutan hingga tetes sperma terakhir.
“Kamu terlalu sexy, nggak tahan aku lebih lama lagi” katanya seraya turun dari tubuhku, padahal aku masih setengah jalan ke puncak.
Mungkin karena foreplay terlalu lama atau masih terpengaruh suasana di tempat karaoke tadi makanya begitu cepat dia selesai, pikirku.
“Nggak apa, kan ada babak kedua, waktu kita masih panjang nggak usah buru buru” hiburku sambil meraih penisnya, dengan nakal aku menjilati sisa sperma yg masih ada di batang kejantanannya dan mengulumnya, dia menjerit kaget tapi tak menolak, aroma sperma begitu kuat menyengat hidung.
Malam itu kami habiskan dengan penuh nafsu birahi hingga pagi, meski Tomi tdk bisa bertahan lama tapi dia begitu cepat recovery, satu posisi satu orgasme hingga tak terasa 5 babak kami lewatkan hingga menjelang pagi dan kamipun tertidur setelah matahari mulai mengintip dari ufuk timur.
Belum lelap tidurku ketika terdengar telepon berbunyi, Tomi mengangkatnya, ternyata dari Ana yg ingin bicara dengan aku. Dia menawari setelah selesai dengan Tomi untuk gabung dengan Pras, diluar kesepakatan tadi karena ini permintaan Pras.
“Aduh, aku masih capek nih, barusan juga tidur, kalian udah ganggu” jawabku dengan mata masih berat karena ngantuk dan pengaruh alkohol semalam.
Ana nggak menyerah begitu saja, kini gantian Pras yg bicara mendesakku, akhirnya aku sanggupi tapi setelah beres dengan Tomi. Kembali aku dan Tomi melanjutkan tidur berpelukan dengan tubuh masih sama sama telanjang, selimut menyatukan tubuh kami di atas ranjang.
Belum lelap tidurku, kembali telepon berbunyi, Tomi mengangkat dan langsung menyerahkan ke aku, dengan mata agak tertutup kuterima juga. Ternyata Indri, dia mengajak untuk bertukar partner, sebenarnya aku agak malas meladeninya.
“Terserah Tomi deh” jawabku setengah ogah ogahan.
Ternyata Tomi nggak mau menukar aku dengan Indri.
“Mendingan sama kamu aja, lebih pintar dan liar, lebih sexy dan lebih montok meski Indri nggak kalah cantik sih, juga aku udah sering sama Indri” katanya tanpa membuka matanya.
“Dia nggak mau, masih capek katanya, kita barusan tidur” jawabku berbohong.
“Ya udah kamu yg kesini gih, kita keroyok Indra” ajak Indri.
Aku bingung karena sudah menyggupi Ana, entah kenapa kok semua menginginkan aku padahal mereka sudah punya pasangan masing masing, mungkin karena tergoda penampilan dan postur tubuhku semalam, meski aku kalah telak.
“Tapi aku udah janji sama Ana ngeroyok Pras setelah ini, kamu sih teleponnya telat” jawabku.
Meski Indra ikutan membujukku, aku tak bisa memenuhi ajakannya, kudengar nada kecewa darinya tapi apa boleh buat first in first serve.
Pukul 11 siang kami mandi bersama, itupun setelah Ana berulang kali menelepon untuk segera datang. Di kamar mandi kami lanjutkan satu babak permainan lagi. Tomi harus segera terbang ke Balikpapan, itulah sebabnya dia harus check out duluan.
Setelah berpakaian rapi kami menuju kamar Pras, sengaja tak kukenakan bra dan CDku karena toh sebentar lagi akan dilepas juga, padahal kaosku cukup menerawang transparan, kalau saja ada yg memperhatikan pasti dia bisa melihat bayangan putingku yg menonjol dibalik kaos Versace-ku, Tomi hanya tersenyum melihat kenakalanku.
Ternyata Ana dan Pras belum berpakaian, mereka sedang makan pagi hanya mengenakan balutan handuk di tubuhnya.
“Eh masuk, kami barusan makan pagi atau makan siang nih” sambut Ana sambil mendaratkan ciumannya di bibir Tomi, begitu juga Pras menyambutku dengan pelukan dan ciuman bibir, pasti dia bisa merasakan toketku yg tdk terlindung bra.
“Pras, aku harus segera terbang, titip Dewi ya” kata Tomi sambil menyalami sobatnya.
“Sip, nggak usah khawatir kalau dengan aku, pasti well maintained” balas sobatnya.
“Oh ya, sebentar lagi si Indra juga terbang ke Denpasar, kalau kamu mau Indri juga hubungi aja dia” lanjut Tomi.
Setelah memberikan ciuman di bibir padaku dan juga pada Ana, dia meninggalkan kami bertiga.
“Ini dia yg sok pamer semalem” kata Pras seraya menarik tubuhku dalam pelukannya dan disusul ciuman pada leherku. Aku spontan menggelinjang geli, tangan Pras sudah menyelinap di balik kaos dan mulai meremas remas toketku. Ana hanya mengamati sambil meneruskan makannya seakan tak terpengaruh kehadiranku.
Kubalas cumbuan Pras dengan menarik handuknya dan kugenggam penisnya yg mulai menegang, tak kusangka ternyata lebih besar dari perkiraanku semalam, bahkan melebihi punya Tomi. Satu persatu pakaianku terlepas hingga kami sama sama telanjang, namun dia tak melanjutkan cumbuannya, ditatapnya tubuhku yg sekarang telanjang sama sekali.
“Kita makan dulu yuk” ajaknya setelah mengamati tubuhku dari atas bawah depan belakang.
Secepat mungkin kami menghabiskan makanan yg tersedia di meja tanpa sisa, aku tak bisa menolak ketika Ana dan Pras mengajakku mandi lagi.
Ketiga tubuh telanjang kami akhirnya ber-basah basah dibawah siraman air hangat dari shower, aku benar benar diperlakukan bak ratu oleh mereka, Pras menyabuniku dari depan sementara Ana dari belakang, padahal setengah jam yg lalu aku sudah mandi.
Empat tangan berada di kedua toketku, aku terjepit dalam pelukan mereka di depan dan belakang, ada erotisme tersendiri seperti ini.
Pras membalik tubuhku hingga berhadapan dengan Ana, kami saling berpelukan ketika kaki kiriku diangkat ke bibir bathtub. Kupeluk Ana erat saat penis Pras mulai mengusap bibir memekku dari belakang, dan pelukanku semakin erat ketika dia melesakkan penisnya, diiringi desah kenikmatanku.
Siraman air hangat mengiringi kocokan Pras padaku, semakin lama semakin cepat dan semakin keras pula desahanku, remasan Pras dan Ana semakin liar menggeraygi toketku. Hentakan demi hentakan keras menerjangku, semakin aku mendesah liar dalam nikmat.
“Ih kamu berisik juga ya” komentar Ana karena baru pertama kali aku melakukannya dengan dia, tapi aku tak peduli, kebanyakan laki laki menyukai “kebisingan” seperti ini.
Aku dan Ana bertukar posisi, giliran Pras mengocoknya, ternyata dia juga berisik meski tak seheboh aku, berulang kali dia meremas toketku, begitu juga dengan Pras karena punyaku memang lebih montok dari Ana tentu lebih pas pegangannya.
“Pindah ke ranjang yuk” ajakku beberapa saat kemudian, mereka mengikutiku setelah saling mengeringkan badan dengan handuk. “Ntar kita panggil sekalian Indri, sekalian kita berpesta pora” lanjutnya.
Pras langsung telentang di ranjang, aku dan Ana sudah bersiap di selangkangannya tapi dia minta aku sendirian mengulum penisnya.
“Biar kurasakan nikmatnya kulumanmu seperti yg kamu berikan pada Tomi semalam” katanya sambil meminta Ana bergeser ke pelukannya.
Aku segera memenuhi permintaannya, kujilati seluruh daerah selangkangannya hingga ke lubang anus, Pras menjerit kaget dan geli sambil mengumpat tak karuan karena nikmatnya. Kuangkat kakinya ke atas hingga aku bisa dengan bebas menyusurkan lidahku antara lubang anus hingga ke ujung penis, bukan main, teriaknya tak menygka mendapatkan perlakuan semacam itu, padahal aku belum mengulumnya, hanya permainan lidah saja.
Melihat permainan oralku Ana menjadi gemas dan mengikutiku, dua lidah dan dua bibir menjelajah di selangkangan tanpa ada yg mengulum, Pras semakin kelojotan. Entah mengapa ada perasaan ingin membuktikan bahwa aku tdk layak kalah dalam oral dengan Ana, meskipun kenyataan semalam mengatakan sebaliknya, itu hanya faktor keteledoranku semata, pikirku.
Tanpa memperhatikan Ana, dia minta 69, meskipun begitu aku dan Ana tetap mengeroyok di kedua pahanya, bergantian kami mengulum dan menjilat seakan ingin menunjukkan siapa yg lebih unggul.
“Udah ah aku nggak tahan lagi” teriak Pras memintaku turun.
Sedetik setelah aku turun, Ana sudah bersiap melesakkan penis Pras ke memeknya, dia sudah memposisikan dirinya di atas.
“Aku duluan ya, udah nggak tahan nih” katanya seraya perlahan menurunkan tubuhnya membenamkan penis itu di liang kenikmatannya.
Aku hanya tersenyum bergeser ke belakang Ana, kupeluk dia dari belakang sambil meremas remas toketnya yg tdk sebesar punyaku sambil menggeser geserkan putingku ke punggungnya. Tak menygka kuperlakukan seperti itu, dia menjerit dan menggelinjang, tentu saja yg paling menikmatinya adalah si Pras.
Gerakan Ana kacau di atas, apalagi saat Pras ikutan menjamah dadanya. Kualihkan sasaranku ke paha dan kaki Pras, dia menjerit ketika lidahku terus menyusur dari paha hingga jari jari kakinya, dan semakin mendesah ketika kukulum jari jari kaki itu.
Kedua manusia yg sedang bercinta itu menggeliat, meracu nggak karuan. Kini mereka saling mengocok sambil berpelukan seakan melupakan keberadaanku di kamar itu.
Tiba tiba telepon berbunyi, dengan seijin Pras, kuangkat, ternyata si Indri, dia kaget saat tahu aku ada di kamar Pras, padahal sudah aku kasih tahu tadi. Pras dan Ana tak peduli, mereka tetap mendesah keras meski bisa didengar dari telepon.
Ternyata Indri sudah selesai sama Indra, sebenarnya dia mau ngajak check out bareng bareng, tapi sepertinya Pras mau extend jadi mungkin dia harus check out duluan.
“Suruh mereka kemari sebentar sebelum check out” teriak Pras sambil merasakan kocokan Ana. “Tuh kamu udah dengar sendiri kan” kataku lalu menutup telepon.
Ternyata Ana tak bisa bertahan lama, dia terkapar tak lama kemudian mendahului pasangannya, aku segera mengganti posisinya dengan posisi yg sama. Begitu penis Pras membenam, langsung kugoyang pantatku berputar dan turun naik, kuhentakkan pantatku ke tubuhnya dengan keras, ingin kubuktikan kalau aku lebih hebat dan lebih liar dari Ana, tak pantas aku kalah semalam.
Pras menarik tubuhku dalam pelukannya tanpa menurunkan irama permainan, kamipun berguling tak lama kemudian, aku dibawah. Dengan bebasnya dia mengocokku membuat kami saling mendesah bersahutan.
Cukup lama Pras menyetubuhiku, tdk seperti Tomi yg cuma satu posisi setiap babak, sudah berganti bermacam posisi dan tempat dia belum juga orgasme, entah sudah berapa menit berlalu, akupun semakin menikmati permainannya.
Bel pintu berbunyi saat Pras mengocokku dari belakang.
“Pasti Indra dan Indri, An, buka pintunya dong” perintah Pras tanpa berusaha untuk berhenti.
“Wah lagi pesta nih” kudengar suara Indra, pasti dia sudah mendengar desah kenikmatanku.
“Ndra, masuk, sorry lagi tanggung nih” sapa Pras tanpa menghentikan kocokannya, sesaat agak risih juga dilihat mereka. “Sayang banget aku harus segera cabut” lanjutnya saat melihat temannya sedang menyetubuhiku dengan penuh gairah.
Indra dan Indri bukannya segera pergi tapi justru duduk di sofa melihat permainan ranjang kami, sesekali Indra mendekat untuk melihat lebih jelas expresi kenimkatan dariku. Tanpa kusadari ternyata dilihat mereka aku jadi semakin liar mengimbangi kocokan Pras dan Indra-pun makin dekat malahan duduk di tepi ranjang.
Tadi pagi aku sudah merasakan permainan Tomi, sekarang dengan Pras, mungkin nggak ada salahnya kalau sekalian ku-servis Indra, sekalian aku bisa menikmati ketiganya, pikirku melihatnya begitu antusias.
“Mau coba?” tanyaku menggoda disela desahanku, dia diam saja memandang ke Pras trus berganti ke Indri dan Ana seakan minta persetujuan
Tanpa persetujuan Pras, kudorong dia hingga penisnya terlepas lalu aku menggeser tubuhku hingga pantat atau memekku menghadapnya, aku tak peduli apakah ada sperma di memekku.
Indra terbingung sesaat seolah tak tahu harus ngapain padahal aku yakin dia menginginkannya. Hanya beberpa detik dalam kebingungan, segera dia mengeluarkan penisnya lewat celah resliting celana.
Diraihnya pantatku bersamaan dengan sapuan penis ke memek, disusul dorongan perlahan melesakkannya ke dalam, penis yg tdk besar itupun terbenam semua, tdk sebesar punya Tomi apalagi punya Pras, tapi yg namanya penis sebesar apapun tetap nikmat rasanya and I love it.
Tangan Indra mulai mengelus punggungku terus merambah ke dada sambil tetap mengocok semakin cepat, kulirik sepintas Indri, Ana dan Pras duduk di sofa melihat kami, siapa peduli.
Kocokan dan sodokan Indra semakin cepat dan keras seakan memburu untuk segera menggapai puncak dengan cepat, aku tahu dia memburu waktu. Kugoyang goyangkan pantatku supaya Indra bisa segera menuntaskan hasratnya.
Tiba tiba dia mencabut penisnya keluar dan memintaku jongkok didepannya, kuraih penis itu dan segera kumasukkan ke mulutku, hanya beberapa detik kulakukan oral Indra memenuhi mulutku dengan spermanya diiringi erangan keras dan disaksikan mereka bertiga.
Setelah kubersihkan dengan mulutku, Indra memasukkan penisnya kembali dan berpamitan menciumi satu persatu lalu menghilang dibalik pintu dengan diantar Indri.
“Nih dari Indra” kata Indri menyerahkan beberapa lembar 50 ribuan.
Kini tinggal Pras dengan 3 gadis yg siap melayaninya. Akhirnya kami habiskan siang itu melayani Pras bergantian sampai dia minta ampun untuk beristirahat.
“Wi, jangan dihabisin disini, ntar malam aku ada tugas untuk kamu, jam 9 tepat, tempatnya aku kasih tau ntar, aku udah atur untuk hadiahku sendiri dari kamu” bisik Indri pada suatu kesempatan.
“Siapa dia? Apa aku kenal?” tanyaku penasaran.
“Ada deh pokoknya, kamu pasti kenal meski aku yakin kamu nggak pernah sama dia, pokoknya tdk boleh nolak” bisiknya lagi penuh goda.
Malam itu gantian Indri yg menemani Pras, Ana ada bookingan lain begitu juga aku sudah tergadai oleh taruhanku sendiri.
Sambil menunggu jam 9 yg masih lama, aku menemani Indri dan Pras, meski sebenarnya lebih tepat menjadi penonton permainan mereka karena Indri tak mengijinkanku ikut permainannya, biar nggak capek, katanya.
“Kamar 812 hotel ini, temui dia, sekarang orangnya udah check in dan menunggumu” perintahnya setelah dia menerima telepon dari seseorang.
“Sekarang? Katanya jam 9, kan baru jam 6″ protesku.
“Ada perubahan, udah sana pergi, dia tak mau membuang waktu”
Segera kukenakan kembali pakaianku, dengan make up sekedarnya akupun menuju kamar yg dimaksud. Bagiku tidur dengan siapa saja bukanlah masalah karena memang profesiku, tapi membuat penasaran tentu hal yg berbeda, di lift aku bertanya tanya siapakah yg selama ini kukenal tapi nggak pernah tidur denganku, hingga sampai di depan kamar 812 pertanyaanku belum juga terjawab.
Pintu terbuka sedetik setelah bel kutekan, muncullah wajah yg selama ini kubenci, dia adalah Oon, seorang germo yg sudah berkali kali mengajakku tidur tapi tak pernah kutanggapi dan selalu kutolak meski dia cukup sering memberiku order.
“Eh ngapain kamu disini, mana tamuku?” tanyaku langsung menerobos masuk, kupikir dia sedang membawa seseorang, ternyata hanya dia di kamar itu.
“He.. He.. He, nggak ada siapa siapa non, kecuali aku dan akulah tamumu kali ini atas jasa baik temanmu Indri” jawabnya dengan senyum penuh kemenangan.
Kuambil HP-ku dan kuhubungi Indri, tapi HP-nya nggak aktif.
“Kurang ajar” teriak batinku. “Aku tahu kamu kaget dan nggak suka tapi Indri bilang kamu nggak akan bisa menolak, makanya aku bayar 3 kali lipat dari biasanya” lanjutnya dengan wajah menyeringai seperti srigala lapar hendak menerkam mangsa yg sudah tak terjerat tak berdaya.
Oon, meski dia chinese tapi hitam dan perutnya buncit seperti orang bunting, di usianya yg menjelang 50-an, seusia Papa-ku, dia mempunyai koleksi yg cukup banyak dengan berbagai tingkat harga, sebagai germo senior tentu tak susah mencari tamu, diluar itu sebenarnya dia cukup baik dan perhatian pada anak buahnya meskipun aku yakin semua itu ada niatan tersembunyi. Entah berapa anak buah yg sudah dia “cicipi” namun beberapa menolak dengan tegas termasuk aku, meskipun begitu dia tetap memberiku order, mungkin karena dianggap masih menguntungkan.
Akhirnya aku sadar bahwa aku tak bisa lari darinya, dan sebentar lagi aku masuk kelompok yg telah “dicicipinya” dan tak lama lagi berita ini telah menyebar bahwa Dewi telah berhasil ditaklukkan si JJ.
Karena jengkel dan kesal, kuhempaskan tubuhku ke sofa, bersiap menerima terkaman ganasnya. Aku diam saja ketika dia menyusul duduk disebelahku.
“Kok cemberut gitu sih melayani tamu” godanya mulai menciumi pipi dan leherku.
Aku diam saja, kalau tamunya kayak kamu udah kutolak dari tadi, jeritku dalam hati.
“Akhirnya aku bakal membuktikan sendiri apa yg selama ini dipuji puji para tamumu, seperti apa sih kamu dan bagaimana sih servisnya, kalau tahu sendiri kan bisa lebih enak ceritanya” katanya lagi sembari tangannya yg ber-rantai emas mulai menjamah toketku sementara tangan satunya sudah menyelinap di balik kaos di punggung, dipermainkan tali bra.
“Kok nggak dilepas sih, aku kan tamu yg membayar bukan gratisan, apa bedanya sih dengan lainnya” ada nada protes dalam ucapannya yg menyadarkanku akan kebenarannya, meski aku tak akan menerima duitnya.
Dengan terpaksa kubuka kaosku, dia bersiul ketika melihat hamparan dadaku yg masih tertutup bra transparan, decaknya bertambah saat kulepas celana jeans yg menutupi bagian bawah tubuhku, dicegahnya saat aku mau melepas bikini mini yg masih tersisa menempel di tubuh.
JJ berselonjor di sofa menunggu tindakanku lebih lanjut, dengan agak ogah ogahan kulepas bajunya hingga terlihat perutnya yg buncit dan dada berhias kalung rantai emas, ada tato di lengan dan dadanya. Tangan JJ tak pernah lepas dari dadaku, meremas remas dan memainkan putinku. Tubuhku langsung ditarik kepangkuannya setelah aku melepas celananya, ternyata dia sudah tdk mengenakan CD atau memang tdk pernah pakai.
Bibirnya langsung mendarat di leher, diciuminya dengan gemas bak kekasih yg melepas rindu, aku hanya tengadah agak jijik menerima ciumannya.
Satu jentikan jari melepaskan bra-ku, dia memuji saat melihat keindahan toketku yg menggantung dengan sempurna tepat didepan hidungnya, diremas dengan penuh nafsu dan diusap usapkan kepalanya diantara kedua bukitku. Sedetik kemudian putingku sudah berada dalam mulutnya, dia menyedot dengan nafsu yg menggelora sambil lidahnya bermain main pada puting, akupun mulai menggelinjang geli sambil meremas kepala yg menempel di dada, semakin lama jilatannya semakin menggairahkan dan mulai membawaku naik birahi.
Mulutnya berpindah dari satu puting ke puting lainnya seperti anak kecil mendapat mainan baru, bibir dan lidahnya terus bergerak dari dada ke leher dilanjutkan ke bibir, mulanya aku menolak ciuman bibirnya tapi lama kelamaan akupun bisa menerima sentuhan bibirnya pada bibirku, bahkan membalas sapaan lidahnya ketika menyapu bibir dan lidah kamipun bertautan.
Tubuhku mulai merosot turun dan bersimpuh diantara kakinya, penisnya yg tegang tdk disunat hanya beberapa mili dari wajahku, kuremas dan kukocok kocok hingga semakin menegang.
Untuk ukuran dia penis itu cukup besar, aku tak menygka sebelumnya, kuusap usapkan pada kedua putingku lalu dengan gerakan nakal kusapukan pula pada wajahk.
JJ mulai mendesis sambil memandang tanpa berkedip saat lidahku mulai menyentuh penisnya, pandangan kemenangan seakan menikmati bagaimana penisnya memasuki mulutku, desahnya semakin keras mengiringi gerakan lidahku menyusuri daerah selangkangan. Batang penis kususuri dengan lidah tanpa sisa hingga kantong bola dan berlanjut sampai ke lubang anus. Dia menjerit kaget, seperti halnya tamu lainnya saat kulakukan hal yg sama, tentu mereka tak mengira kuperlakukan seperti itu.
Terlupakan sudah bahwa aku sedang menjilati lubang anus laki laki yg selama ini aku benci, meski agak susah kuangkat kakinya supaya aku bisa lebih bebas menjelajahi daerah belakangnya. Kini aku memperlakukan JJ sebagaimana mestinya seorang tamu yg harus aku puaskan, dan dia memang berhak mendapatkan itu karena memang aku dibayar untuk memuaskannya meski dalam hal ini aku tdk menerima duitnya.
Desahan kenikmatan JJ makin menjadi jadi, lidahku menjelajah tiada henti disekitar selangkangannya. Tanpa mengulumnya, kutinggalkan dia dan kurebahkan tubuhku diranjang, JJ mengikutiku, dilepasnya CD mini yg masih setia menutupi organ kewanitaanku dan dilemparnya entah kemana setelah menciumi terlebih dahulu.
JJ mementangkan kakiku lebar lebar, dia membuka bibir memekku dengan jari jari tangannya, diamatinya sebentar lalu kepalanya dibenamkan diselangkanganku. Kurasakan lidahnya mulai menyentuh klitoris dan bibir memek, tubuhku serasa merinding mengingat lelaki yg kubenci sedang asik menjilati memekku, namun itu tak berlangsung lama, perlahan lahan kurasakan kenikmatan dari jilatannya, birahiku semakin naik tinggi merasakan permainan lidahnya pada memek.
Kugigit bibirku untuk menahan desahan tapi aku tak kuasa menahan lebih lama lagi dan meledaklah desah kenikmatan dari mulutku.
Terlupa sudah segala gengsi, semua terkikis oleh jilatan lidahnya pada klitoris yg sungguh nikmat rasanya, dengan pintar dia memainkan irama permainan, apalagi kombinasi dengan kocokan jari tangan membuatku semakin melayang tak karuan. Tak dapat kutahan lagi saat tubuhku mulai menggelinjang dalam kenikmatan dan akupun tak malu lagi untuk mendesah dengan bebasnya.
Lidah JJ semakin liar menari nari, kocokan jarinya-pun semakin lincah keluar masuk liang memekku dan aku benar benar terbakar api permainannya. Harus kuakui JJ sangat pintar bermain oral hingga terhanyut dan aku harus takluk pada kelihaiannya ini, sungguh tak kusangka sebelumnya.
“Sshh.. Truss Oon.. Ya truss” desahku tanpa bisa kukendalikan lagi dan diapun semakin menjadi jadi.
Napasku sudah menderu nggak karuan, kalau ini berlanjut terus aku bisa kebobolan lebih dulu dan ini tentu memalukan, sekuat tenaga berusaha kutahan supaya tak orgasme hanya dari permainan oralnya.
Tiba tiba JJ menghentikan permainan oralnya dan telentang disampingku, ada rasa kecewa ketika dia menghentikan itu.
“Aku mau lagi tak peduli meski harus orgasme lebih dulu, terlalu sayang kalau dihentikan begitu saja” teriak hatiku, maka kunaiki tubuh gendut JJ dengan posisi 69 dan aku yakin dia tdk keberatan.
Aku kembali merasakan nikmatnya permainan oral JJ pada memekku, kubalas dengan memasukkan penisnya ke mulutku, maka kamipun mulai mendesah bersahutan bak simfoni dengan nada sumbang.
Jari tangan dan lidah JJ bergantian keluar masuk memek begitu juga penisnya dengan cepat keluar masuk mulutku dan lidahku-pun tak kalah lincah menari nari diujung penisnya. Maka simfoni mendesah-pun semakin keras terdengar memenuhi kamar hingga berlangsung beberapa menit kemudian.
Kini kami siap untuk ke tahap berikutnya, kuturunkan tubuhku perlahan lahan sambil melesakkan penis JJ memasuki memekku, penis keempat dihari itu setelah Tomi, Pras dan Indra, kini JJ tengah mengisi liang kenikmatanku.
Tubuhku mulai turun naik mengocokkan penisnya ke memekku diiringi desah kenikmatan kami berdua, tangan JJ mengiringi dengan remasan remasan kuat dan permainan pada puting. Gerakan pinggulku berubah ubah dari turun naik lalu berputar membuat JJ merem melek merasakan kenikmatan yg kuberikan.
JJ menarik tubuhku dalam pelukannya, dilumatnya bibirku dengan penuh gairah dan kubalas dengan tak kalah gairah, kutatap matanya yg berbinar penuh nafsu, aku benar benar sudah melupakan bahwa sekarang dalam pelukan laki laki yg masih kubenci satu jam yg lalu.
Aku harus jujur mengagumi kekuatannya, meski lebih 20 menit bergoyang dan ber-hola hop diatasnya, dia masih bisa bertahan dan tdk orgasme, apalagi untuk seusia dia, tentu suatu rekor yg luar biasa, bahkan mengalahkan ketiga anak muda yg telah menyetubuhiku sebelumnya.
Kami berganti posisi dogie, dengan posisi ini JJ bisa lebih bebas mengocokku menurut iramanya, ternyata dia lebih liar menyodokkan penisnya ke memekku, cepat dan keras, akupun menjerit histeris dalam nikmat. Keliarannya menjurus kasar, dia menjambak rambutku kebelakang sambil menghentak keras, akupun terdongak kaget namun tak menolak karena memang menikmati kekasaran itu.
Bahkan ketika dia memasukkan jari tangannya ke lubang anusku, akupun tak menolak meski lebih satu jari yg mengocoknya. JJ tak berusaha malakukan anal sex karena dia yakin betul kalau aku keberatan dan tentu saja tak mau merusak suasana yg sedang penuh birahi.
Kembali kami mengubah posisi, sebenarnya dia ingin diatas, tapi mengingat perutnya yg buncit tentu akan membuatku sesak napas, maka kami lakukan di meja.
Aku telentang di atas meja sambil berharap meja ini kuat untuk menahan tubuhku dan goyangannya, ternyata JJ tdk langsung memasukkan penisnya tapi kembali melakukan jilatan dan sedotan di memekku yg penuh cairan, disedotnya kuat kuat seakan hendak mengeringkan memekku, belum pernah ada yg malakukan ini setelah bersetubuh. Akupun tak ayal lagi langsung menjerit menggeliat terkaget tak menygkanya. Tdk lama tapi cukup memberiku pengalaman baru, dengan terkekeh kekeh dia lalu memasukkan penisnya ke memekku yg sudah terbuka lebar, masih dengan wajah menyeringai JJ mulai mengocokku kembali.
Untuk kesekian kalinya desah dan jeritan nikmat menggema memenuhi kamar, kami berpacu menuju puncak birahi yg tak terlihat entah dimana, meja tempatku telentang bergoyang dengan hebatnya, sehebat gempuran penis JJ pada memekku, tangannya yg kekar dengan kasar meremas remas toketku yg ikutan bergoyang.
Tatapan matanya tak pernah lepas dari memandang wajahku yg tengah mengerang dalam nikmat, mungkin pemandangan yg tak pernah dia dapatkan selama ini dariku, dia ingin menikmati sepuasnya.
Sepertinya dia begitu menikmati semua dariku, tangannya menjamah semua bagian tubuhku tanpa terlewatkan sedikitpun, sudah berpuluh laki laki yg dia berikan kesempatan seperti ini tapi baru kali ini bisa mendapatkannya sendiri, suatu penantian panjang yg tak boleh disia siakan.
Kurasakan tubuh JJ mulai menegang dan beberapa detik kemudian kurasakan penisnya membesar disusul denyutan kuat menyemburkan sperma liang memek, aku menjerit tak menygka denyutan itu begitu kuat menghantam syaraf syaraf dalam memekku, begitu nikmat. Kubiarkan dia menikmati saat saat orgasmenya, dicengkeramnya toketku dengan kerasnya hingga terasa sakit, tapi aku diam saja.
JJ mencabut penisnya begitu selesai dan menghempaskan tubuhnya di ranjang, tentu saja kelelahan yg hebat setelah bercinta cukup lama dengan penuh gairah menggebu. Kudekati dia, napasnya masih menderu dengan keringat yg membasahi sekujur tubuhnya, kuciumi penis yg masih penuh sperma lalu kumasukkan ke mulut, tak kupedulikan teriakan kaget darinya, penis itu sudah keluar masuk mulutku, kujilati sisa sisa sperma yg masih ada hingga bersih.
Akhirnya kami berdua terkapar di atas ranjang. Meskipun aku belum orgasme tapi merasa puas dengan permainan barusan, rasanya tak ada salahnya untuk mengulangi lagi babak kedua.
“Apa yg kudengar dari tamu tamu itu ternyata tdk benar, yg benar adalah jauh lebih hebat dari itu, pantesan setiap kali tamu kusodori kamu, selanjutnya minta kamu temenin” katanya setelah dia bisa mengatur napasnya dengan normal.
“Setelah ini kamu mau kemana? Pulang atau nemenin aku hingga besok, kalau mau sih?” tanyanya.
Kalau pertanyaan itu diucapkan satu jam yg lalu aku pasti pilih pulang tapi setelah merasakan apa yg baru saja aku alami, aku jadi bimbang, pinginnya sih sampai besok tapi malu mengucapkannya.
“Ya udah kalau kamu nggak mau, aku nggak maksa kok, yg penting aku sudah bisa merasakan servismu yg selama ini hanya kudengar dari orang lain, setelah tahu bagaimana kamu melayaniku barusan, rasanya kok sayang kalau aku harus menyerahkan tubuhmu ke laki laki lain seperti biasanya, kini ada perasaan nggak rela” lanjutnya.
Aku tak peduli perasaan maupun apa yg diomongin barusan, toh selama ini dia memang tak punya perasaan, aku tengah berfikir bagaimana minta menginap tanpa kelihatan menginginkannya.
“Hei Dewi, sungguh bodoh kamu, kenapa sekarang menginginkannya? Padahal dia laki laki yg kau benci selama ini” aku berusaha menepis keinginan gila itu, tapi ternyata nafsu lebih unggul dalam kecamuk dikepalaku, kini bagaimana cara memintanya.
JJ berdiri menuju meja disebelah bar, diambilnya bungkusan yg terbungkus rapi dan diberikan padaku.
“Ini untuk kamu, mudah mudahan kamu suka dan cocok ukurannya” katanya sambil menyuruhku membukanya.
Ternyata isinya adalah 2 pasang pakaian dalam mini, baju tidur satin transparan warna pink dan kaos ungu DKNY yg ketat. Kucoba satu persatu, ternyata ukurannya cocok dengan tubuhku dan enak dipakainya.
“Terima kasih Koh, aku jadi pingin mencobanya sekarang” kataku.
“Ya sudah, pake aja nanti kita ke Diskotik kalo kamu mau” jawabnya, aku melihat peluang untuk tetap tinggal tanpa rasa malu. “Benar nih, kalau begitu aku mandi dulu” kataku.
Ketika aku di kamar mandi kudengar telepon kamar berbunyi, ternyata dari Indri yg ingin bicara denganku, maka kuterima dari kamar mandi.
“Gimana? Kamu ingin mengumpat aku atau mau ngucapin terima kasih?” godanya.
“Sialan, kamu telah menjebakku” kataku pura pura marah.
“Jangan marah begitu dong non, aku juga taruhan sama dia, kalau nggak bisa membujukmu menemani dia, aku harus menemani JJ ke Tretes, dan aku menang 2 kali sekaligus, disamping dapat 3 kali lipat bayaranmu yg selangit, aku juga dapat 10 juta” katanya dengan nada gembira.
“Dasar monyet” umpatku.
“Tapi dia mainnya hebat kan? Lalu kamu diberi hadiah apa?” godanya.
“Kok kamu tahu?”
“Iya dong, aku kan beberapa kali bobok sama dia, bahkan kemarin sebelum sama Indra, siangnya sempat melayani JJ, KO deh rasanya, makanya kalau sama dia pasti minta seorang lagi untuk berbagi, kalau nggak gitu bisa keok kita, lha wong dia itu hyper kok, biasanya dia minta jatah kalau habis memberi order gede, aku sih OKE saja toh juga enjoy meski pada mulanya muak” lanjutnya.
“Dia minta aku nginap sih, gimana baiknya” tanyaku bohong.
“Kalau masih kuat terima saja, tapi kamu mau nggak bobok sama orang yg selama ini kamu benci” tanyanya mengingatkan.
“Ah, brengsek kamu” tukasku. “Udah ah, aku mandi dulu kita mau ke Diskotik, ikut yuk”
“Nggak ah, mending ngelonin Pras dari pada keluar sama si bandot tua”
“Tapi sebenarnya kamu menyukainya kan?” godanya.
“Iya sih, permainannya itu lho, penuh kejutan”
Setelah kubujuk, akhirnya Indri dan Pras setuju untuk menemani ke Diskotik, kamipun pergi tak lama kemudian.
Malam itu Diskotik begitu ramai, untunglah JJ cukup dikenal disana hingga tak susah untuk mendapatkan tempat duduk. Ketika House Music bergema, kuajak Pras jojing, 5 lagu telah terlewati, saat kembali ke tempat duduk kami, kulihat JJ berbicara dengan seorang bapak bapak seusianya, dia mengenalkanku tapi aku tak ingat lagi namanya.
“Dia adalah orang keempat yg menginginkanmu” bisiknya setelah orang itu pergi.
“Indri mana?” tanya Pras. “Ke toilet” jawab JJ.
“Dia dapat orderan Quickie, kalau kamu mau bisa aku atur, kerja ringan duit lumayan, semalam bisa 3-4 kali kalau sama aku, paling lama 10 menit, harus pake kondom” bisiknya ditelingaku tanpa setahu Pras.
Aku belum pernah melakukan hal seperti itu, tapi membuatku tertarik karena tentu mempunyai sensasi tersendiri.
“Aku belum pernah sih, tapi boleh juga dicoba sih” kataku tertarik.
“Mau coba? Tapi tarifnya nggak sampai separoh biasanya, toh hanya oral, buka celana, nungging, selesai deh dan bayar ditempat” jelasnya disela hingar bingar musik.
“Boleh” jawabku, uang bukanlah masalah kali ini, tapi sensasinya yg ingin kurasakan.
“Tunggu sebentar” katanya lalu berdiri meninggalkanku.
Indri sudah datang bergabung kembali dengan kami, dengan senyum mengembang di bibir dia lalu duduk di samping Pras, matanya mengedip ke arahku penuh arti, lima menit kemudian JJ datang bersama bapak yg tadi.
“Tanpa oral, selesai atau tdk, 10 menit keluar” bisiknya sambil menyelipkan kondom ditanganku, sebelum aku digandeng menuju toilet.
Tak kusangka ternyata toilet laki laki penuh dan harus antri untuk memakainya, memang toilet laki laki lebih bebas, wanita bisa keluar masuk tdk seperti toilet wanita.
Sepuluh menit kami menunggu di depan toilet sebelum tiba giliran kami, toilet itu cukup sempit dan agak bau, entah bagaimana mereka bisa melakukan di tempat seperti ini.
Tanpa basa basi, Pak tua itu segera memelukku, meremas remas toket dan pantatku dengan kasarnya, diciuminya pipi, leher dan bibirku meski aku berusaha menutup mulut rapat rapat, aroma rokok bercampur alkohol tercium dari mulutnya.
Tanpa menghiraukan jamahan tangannya disekujur tubuhku, secepatnya kubuka resliting celananya dan kukeluarkan penis yg sudah menegang, cuma sebesar genggamanku dan tak lebih besar lagi setelah kuremas remas dan kukocok.
Tangan tangan Pak Tua itu sudah menyusup dibalik kaos dan bra, melanjutkan remasan dan memainkan puting begitu mendapatkannya. Setelah memasangkan kondom, yg aku khawatir kebesaran hingga bisa terlepas, kulorotkan celana jeans beserta CD sekaligus dan nungging di depannya dengan tangan bersandar pada dinding toilet.
Pak Tua itu mulai mengusap usapkan penisnya pada memekku, tentu agak susah bagiku karena tanpa pemanasan, meski bukan pertama kali aku melakukan hal ini di toilet umum, tapi di tempat ramai seperti ini adalah pengalaman pertama, tentu hal ini menjadi kesulitan tersendiri.
Kubasahi penis itu dengan ludah dan tanpa kesulitan dia mendorong masuk merasakan nikmatnya memekku, penis kelima yg menikmatinya. Pak Tua mulai mengocokku dari belakang diiringi hingar bingar alunan Lemon Tree versi House Music yg menerobos masuk ke toilet. Tak ada desahan kenikmatan, tak ada jeritan histeria, semua berlangsung seperti mesin, hanya kocokan, rabaan dan remasan diseluruh tubuhku menghiasi persetubuhan ini. Aku yg terbiasa main ditempat tenang dan romantis agak kesulitan menyesuaikan dan menikmati kocokannya meskipun aku berusaha menikmati sensasinya.
Alunan Lemon Tree versi House Music menerobos masuk ke toilet mengiringi kocokan kami, tanpa sadar tubuhku bergoyang mengikuti alunan musik itu dan sebelum lagu itu habis kurasakan denyutan denyutan mengenai memekku. Seperti kata JJ, semua serba cepat, mungkin hanya 2-3 menit dia mengocokku, lebih lama ngantrinya.
Aku segera berbalik menghadapnya, kulepas kondom dari penisnya dan membuang ke tempat sampah. Setelah kuminta dia mengaitkan kembali bra-ku, kami merapikan pakaian masing masing. Pak Tua mengangsurkan beberapa lembar 50 ribu-an ketanganku lalu kami keluar bersama sama diiringi sorot mata menatap tajam dari para peng-antri toilet, aku tak peduli. Sungguh aneh, hingga kami berpisah di depan toilet aku tak tahu nama Pak Tua yg telah menjamah sekujur tubuh dan mengobok obok memekku barusan.
Ketika aku kembali bergabung dengan JJ, tak kulihat Indri dan Pras.
“Kok lama?” tanya JJ.
“Ngantrinya yg lama” jawabku pendek sambil meneguk Coca Cola yg sudah tdk dingin lagi.
“Gimana? Masih mau lagi? Kalo begini semalam bisa terima order lebih dari 5 kali nih, udah banyak yg menanyakan kamu tadi” kata JJ, tentu saja mereka semua tahu siapa si JJ, dan gadis yg bersamanya pasti adalah para anak buahnya.
“Satu dua lagi boleh juga sih” jawabku kepalang tanggung, malam ini aku benar benar di obral seperti pelacur jalanan.
“Kalau gitu tunggu disini aku carikan lagi yg tadi udah minta” jawabnya seraya meninggalkanku.
Kulihat Pras dan Indri sedang jojing di floor, seorang laki laki mendekatiku, mencoba bersikap akrab meski aku tak pernah melihatnya sebelumnya. Sebenarnya bisa diduga maunya tapi aku pura pura nggak tahu, nggak enak rasanya kalau cari tamu tanpa setahu JJ karena dialah yg memiliki aku malam ini.
“Aku tadi lihat kamu keluar dari toilet” katanya, tapi aku cuek saja.
“Emang kenapa?” jawabku, untunglah Pras datang, tanpa Indri, melihat kedatangannya laki laki tadi langsung mundur teratur. “Mana Indri?” tanyaku.
“Tuh ngelanjutin turun sama temannya” katanya sambil menunjuk ke floor, tapi tak terlihat dia disana.
JJ datang dan mengajakku ke tempat lain, tempat itu begitu ramai hingga untuk jalan saja susah, terpaksa aku harus merelakan buah tersenggol sana sini.
Kami menemui seorang anak muda cina di dekat DJ, dia sedang bersama temannya, kelihatannya sedang ON. Bergandengan tangan melintasi dance floor, kami menuju ke toilet seperti tadi, ternyata banyak orang sedang menunggu entah apa yg ditunggu.
“Kita ke VIP saja, kalau ngantri kapan mainnya” katanya seraya kembali menggandengku ke lantai 2.
Di salah satu ruangan VIP dia langsung masuk, tanpa kuduga ternyata ruangan itu sedang terjadi persetubuhan seru 2 pasang, sepintas aku mengenali salah satu dari gadis itu, hanya sesaat mereka terkaget atas kedatangan kami tapi langsung kembali ke urusannya masing masing.
“Mau disini rame rame atau di toilet itu, masih ada sofa kosong sih” katanya.
“Disini aja deh, di toilet kurang enak” jawabku.
Sesampai di sofa kosong itu, seperti kedua pasangan itu, kami hanya membuka celana masing masing, tanpa banyak basa basi kupasangkan kondom pada penisnya, agak susah karena masih belum tegang, kukocok dan kuremas sebentar supaya segera bangun, ternyata susah juga membangunkannya, memang pengaruh drug membuat susah terangsang, bahkan ketika kupaksa kupasangkan ternyata masih belum bisa.
Setelah beberapa menit kucoba ternyata masih juga belum berhasil, terpaksa aku harus mengulumnya, padahal itu diluar perjanjian tapi demi servis kulakukan juga. Beberapa kuluman membuahkan hasil, langsung kupasangi kondom dan kubasahi dengan ludah.
Aku sudah nungging siap menerima sodokannya dari belakang tapi dia justru membalik tubuhku, memintanya duduk selonjor di sofa, rupanya dia menginginkan dari depan. Dibuka kakiku lebar lebar seraya memasukkan penis itu ke memekku, penis keenam di hari itu, kocokannya langsung cepat dan keras, untung tadi sudah kulumasi dengan ludah, kalau tdk tentu lecet karena memekku belum basah.
Tengah asik kami bersetubuh, pasangan lain masuk ke kamar itu, kami semua terkejut sesaat tapi segera kembali melanjutkan tanpa peduli siapa yg masuk. Empat pasang dengan desahan yg tak karuan saling bersahutan mengiringi dentuman musik yg keras.
Ternyata tak secepat yg kuduga, tentu saja masih pengaruh drug yg dia minum. Aku kini duduk dipangkuanya berganti mengocoknya, kaos dan bra-ku sudah tersingkap hingga dada, maka dengan bebas diapun mulai mengulum putingku dikala aku tengah bergoyang pantat di atasnya, kalau dituruti dia sudah minta aku melepas kaos hingga telanjang, tentu saja kutolak.
Satu pasangan sudah menuntaskan hasratnya dan keluar, namun tak lama berganti dengan pasangan lain, entahlah tempat ini sepertinya memang disewa untuk dijadikan tempat pelampiasan nafsu. Pasangan demi pasangan sudah berganti keluar masuk tapi aku masih belum juga menyelesaikannya. Barulah ketika pada posisi dogie dia berhasil menggapai orgasmenya, sekitar 15 menit nonstop.
Belum selesai aku berpakaian dan merapikan make up, dia memberikan uang lalu meninggalkan begitu saja tanpa mengucapkan sepatah katapun apalagi ciuman, sungguh aku diperlakukan seperti pelacur jalanan yg hanya menjadi tempat pelampiasan nafsu belaka, tanpa sentuhan romantisme sama sekali seperti selama ini yg aku lakukan pada tamu tamuku, bahkan namanya-pun dia nggak tanya dan akupun tak tahu.
Enam penis sudah kurasakan hari ini, sama dengan rekorku sebelumnya, tambah satu lagi berarti rekor baru bagiku, dengan buru buru aku segera keluar kamar itu meninggalkan beberapa pasang yg tengah mengayuh nafsu birahi.
Baru beberapa meter keluar dari kamar VIP, seorang laki laki mendekatiku.
“Dewi, tumben kamu berkeliaran ditempat seperti ini” sapa laki laki itu, aku tak terlalu mengenalnya karena tempat itu memang remang remang, mungkin juga salah satu tamuku.
“Siapa ya?” tanyaku mendekatinya, suaraku tertimpa kebingaran musik yg semakin menggelegar.
“Kebetulan kita kurang satu orang, ikut yuk, dari tadi aku nyari nyari tapi nggak dapat yg cocok” jawabnya agak teriak ditelingaku.
Setelah kuamati lebih seksama ternyata dia adalah teman dari tamu langgananku, aku mengenali meski tak pernah tidur dengannya.
“Eh kamu toh, sama sama dia?” tanyaku mengira dia sedang menemani temannya yg tamuku itu.
“Nggak, mana mau dia datang ke tempat beginian, gimana mau temanin aku nggak?” tanyanya, aku tahu sudah lama dia menginginkan aku tapi segan sama temannya itu padahal tak perlu begitu.
“Kemana?” tanyaku, tanpa menjawab dia menggandengku, ternyata kembali ke tempat VIP tadi.
“Tempat ini memang disewa untuk beginian, kami share menyewanya” jelasnya seraya memasuki kamar, anehnya sofa yg kutempati tadi masih kosong, seolah memang disediakan untuk aku.
Saat kulirik ke sofa lain, ternyata pasangan yg ada sudah berganti, sungguh cepat perputarannya.
Seperti tadi, kamipun segera melepas celana, kondom yg kubawa sudah terpakai, sialnya dia juga nggak bawa.
“Ada yg bawa kondom nggak?” tiba tiba teriaknya entah ditujukan pada siapa.
“Ambil di tas biru itu” kata seorang gadis sambil menunjuk tas biru disampingnya karena dia juga sedang menerima kocokan dasyat dari pasangannya.
Setelah mengambil dan memasangnya, baru kusadari ternyata kondom itu berkepala seperti kelinci, aku bisa membayangkan kepala kelinci itu akan menyodok nyodok rahimku karena sebenarnya penis itu sendiri sudah cukup panjang.
Tiba tiba aku teringat bahwa itu adalah penis ketujuh, berarti pemecahan rekor, tanpa tersadar aku merinding membayangkan merasakan tujuh penis berbeda dalam sehari, tapi segera tersadar saat penis ketujuh itu mulai menyentuh bibir memek.
Kubasahi memekku dengan ludah saat dia mulai menyapukan penis itu pada memek, tangannya menyingkap kaos dan bra-ku keatas sambil mendorong masuk kejantanannya memenuhi memekku. Dugaanku benar, penis yg panjang ditambah kepala kelincinya menyodok rahimku dan mengocok serta mengaduk aduk memekku, aku menjerit mendesah nikmat, kenikmatan pertama dari tiga persetubuhan terakhir.
Kocokan demi kocokan, sodokan demi sodokan kali ini kuterima dengan penuh kenikmatan, tak kupedulikan lagi pasangan lain yg berganti keluar masuk, aku tengah merasakan nikmatnya sex ditengah kebingaran musik tecno yg mengalun tiada henti.
Bahkan saat ada pasangan yg bermain disamping sofa kami, karena semua sudah penuh, akupun tak peduli lagi, bahkan tak melirik sedikitpun siapa dia. Desah dan jeritanku seakan mengalahkan kerasnya musik itu saat aku dikocok dari belakang, serasa kepala kelinci itu semakin dalam dan mulai menggigit gigit rahimku, ada rasa sakit bercampur nikmat.
Dan akupun berteriak histeris, tak menygka mendapatkan orgasme dari quickie dan suasana seperti ini, kulirik beberapa orang melihatku saat aku histeria orgasme, tapi siapa peduli. Kembali teriakanku terdengar beberapa menit kemudian saat kurasakan kepala kelinci itu membesar dan berdenyut kuat. Denyutan demi denyutan kurasakan menghantam dinding dinding memekku hingga cengkeraman kuat pada toketku tak kurasakan lagi dan kamipun melemas, kali ini aku benar benar lemas.
Aku masih tergeletak di sofa tanpa celana dan kaos berantakan saat dia kembali memakai celananya, diselipkannya uang di sela sela pahaku, setelah memberi ciuman di bibir aku ditinggalkannya sendirian dalam keadaan semula dan terkapar di sofa disekeliling manusia manusia yg tengah mengayuh bahtera birahi.
Begitu sadar bahwa masih ada orang yg mau pakai sofa ini, aku beranjak merapikan pakaian dan mengenakan kembali celanaku, baru kusadar kalau kaitan bra telah terbuka. Aku tak bisa memasang sendiri dalam keadaan seperti ini, mau minta bantuan kulihat semua sedang sibuk, akhirnya kuputuskan untuk melepas sekalian bra itu.
Sebelum keluar kamar, kuhampiri wanita yg memberiku kondom tadi, mereka baru selesai menuntaskan hasratnya.
“Terima kasih kondomnya” kataku sambil mencium pipinya, dia hanya terenyum.
“Lama banget” kata JJ setelah aku kembali, hampir setengah jam kutinggalkan dia.
Aku hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaannya seraya menyerahkan bra-ku.
“Titip tolong disimpan, dari pada bongkar pasang lebih baik nggak pake sekalian” jawabku sembil tersenyum.
“Aku udah dapatkan seorang lagi” katanya, sebenarnya aku menolak, masih lemas karena orgasme barusan tapi JJ mendesak, sudah telanjur bikin janji untuk aku, nggak enak, desaknya.
Akhirnya terpaksa aku melakukannya sekali lagi, di toilet, delapan laki sudah kurasakan dalam satu hari, suatu rekor pribadi baru telah kuciptakan.
“Udah cukup ah, kita pulang yuk” ajakku sekembali dari toilet.
“Wi, terserah kamu mau nggak, ada anaknya cakep masih muda lagi, aku yakin kamu pasti menyukainya, kali ini terserah kamu deh” tawarnya.
“Udah ah, capek nih” tolakku, perasaan dari tadi juga terserah aku, tapi aku memang nggak nolak tawarannya.
“Kamu lihat aja dulu anaknya, kalau oke kita bawa dia ke hotel, aku ngalah deh” desaknya, ternyata justru dia menawari aku anak muda untuk dibawa ke hotel, apakah dia mau main bertiga? Entahlah, tapi aku tertarik dengan promosinya.
Aku terkesima melihat penampilan dan wajah Bobi, meski cahaya remang remang tapi bisa kulihat posturnya yg cukup atletis dengan pakaian ketat menampilkan lekuk sexy tubuhnya, wajahnya terlihat keras dan garang bukannya imut, justru menimbulkan kesan macho, sungguh membuat lemas lututku tapi aku harus menjaga image, tentu saja tak kuperlihatkan kekagumanku, bahkan aku berusaha bersikap cuek seperti biasanya saat baru berkenalan.
“Gimana?” bisik JJ.
“Terserah deh, aku ngikut aja” jawabku berusaha menahan diri.
“Kalo gitu kita cabut sekarang” katanya lalu menghampiri Bobi dan kitapun segera pergi setelah mencari cari Indri dan Pras. “Dia oke kan? Anggap hadiah dariku, selain itu aku ingin lihat bagaimana kamu kalau melayani tamu yg kamu sukai” bisiknya nakal dalam perjalanan menuju tempat parkir.
Aku diam saja, tak sabar ingin segera sampai di hotel.
Begitu pintu kamar ditutup, aku tak bisa menahan gejolak nafsu lebih lama lagi, tanpa mempedulikan keberadaan JJ, kupeluk dan kulumat bibir Bobi dengan penuh gairah, seperti laki laki lainnya diapun membalas cumbuanku tak kalah ganasnya. Tangannya langsung mendara di dadaku, meremas remas toket yg tdk berpelindung, kubalas dengan remasan di selangkangannya yg sudah mengeras.
“Nggak usah segan, anggap aku nggak ada” komentar JJ melihat aku dan Bobi langsung beraksi, entah sindiran atau memang kemauannya seperti itu.
Tak lebih semenit kami sudah sama sama telanjang, pengamatanku benar, badannya benar benar sexy dengan penis indah besar menggantung diantara kakinya, sunggu pemandangan yg begitu menggoda bagiku.
Aku langsung berlutut didepannya, menciumi dan menjilati sekujur daerah selangkangan dan penisnya yg kurasakan begitu keras dan kenyal, Bobi mengimbangi dengan mengocokkan penisnya pada mulutku hingga aku kewalahan dibuatnya.
Belum puas aku meng-oral tapi Bobi sudah memintaku berdiri, disandarkan tubuhku pada pintu kamar dan dia berlutut didepanku. Setelah mengatur posisi tubuhku yg nyaman, lidahnya mulai menjelajah di sekitar selangkangan dan berhenti di klitoris dan memek, menari nari dengan lincahnya, meski tak sepintar permainan JJ namun cukup untuk membakar birahiku yg sedang memanas.
Desahanku mulai mengerasm, tak peduli kalau orang lewat di depan kamar mendegarnya, terlalu nikmat untuk ditahan, apalagi ketika Bobi membalik tubuhku menghadap ke pintu lalu melanjutkan jilatannya pada pantat, tubuhku semakin membungkuk hingga lubang anusku bisa terjangkau lidahnya. Sungguh nikmat sekali apalagi jari jari tangannya ikutan mengocok memekku, maka lengkaplah sudah kenikmatan oral yg kurasakan.
Tanpa berusaha pindah ke ranjang, Bobi mulai menyapukan penisnya ke bibir memek, kubiarkan penis tanpa kondom itu mulai menyusuri liang kenikmatanku. Desah dan jerit meledak tak kala penis yg besar itu mulai keluar masuk mengocok, semakin lama semakin cepat dan keras, berulang kali kepalaku terbentur pintu saat dia menyentakku keras namun tak kami perdulikan.
Celotehan dan komentar dari JJ tak kami hiraukan, justru membuat permainan kami semakin memanas, remasan remasan pada toket dan sesekali kurasakan tamparan pada pantat mengiringi kocokannya. Kurengkuh kenikmatan demi kenikmatan hingga meledaklah jeritan orgasme dariku.
“Bobii” teriakku saat otot otot memekku berdenyut hebat diiringi tubuh mengejang, namun dia tak peduli justru semakin mempercepat kocokannya dan meremas toketku makin kencang.
Lutut serasa melemas tak mampu berdiri, tubuhku merosot turun hingga posisi dogie. Sungguh gila dia mengocokku lebih dari 10 menit di depan pintu tanpa memperdulikan adanya orang lewat depan kamar, pasti bisa mendengar desah dan jeritan kenikmatanku.
Ternyata dengan posisi ini dia bisa lebih bebas mengaduk aduk memekku tanpa ampun. Kalau saja kubiarkan, dia sudah melesakkan penisnya ke lubang dubur, tentu saja aku menolak meski dia telah berhasil mempesonaku. Tiga kali usahanya memasukkan penisnya ke dubur kutolak dia tak mencoba lagi, namun seakan melampiaskan ke memek.
Aku benar benar terhanyut dalam permainannya, kubiarkan saat tubuhku dibalik telentang, masih juga di depan pintu, tak kuhiraukan karpet kamar yg agak bau dan berdebu. Bobi menindih tubuhku bersamaan dengan melesaknya kembali penis ke memek, untuk kesekian kalinya jeritan lepas tanpa kontrol mengalun keras di kamar ini, sungguh permainannya semakin liar.
Tak ada niatan untuk pindah ke ranjang, bahkan saat aku berada di atas, kami masih melakukannya di tempat yg sama, di depan pintu. Dengan posisi di atas, aku bisa memandang wajah dan postur tubuhnya lebih jelas, begitu juga sebaliknya. Remasan dan kuluman pada putingku mengiringi gerakan di atas Bobi dan,
“Bobii, yess” desahku beberapa menit kemudian saat kugapai orgasme yg kedua darinya, dan disusulnya tak lama kemudian dengan pelukan kuat tubuhku.
Aku langsung terkulai lemas dalam pelukan Bobi, napas kami menyatu dalam irama tak karuan, berulang kali kuciumi wajah dan bibirnya yg tampak semakin menggemaskan, begitu juga dia lakukan padaku. Kutinggalkan Bobi yg masih telentang di atas karpet lantai, aku mandi membersihkan diri dari keringat beberapa orang yg bercampur aduk menempel tubuhku.
Ketika aku kembali ke kamar dengan tubuh berbalut handuk, sebenarnya nggak perlu karena toh mereka berdua telah tahu dan telah menikmati apa yg ada dibalik handuk yg kukenakan, kulitah Bobi telentang di atas ranjang masih telanjang, ngobrol dengan JJ dengan santainya.
Kuambil tempat kosong disebelah JJ, dia mengangsurkan rokok yg baru saja dinyalakan.
“Bob, percaya nggak kalau kamu adalah orang kedelapan yg main sama dia” kata JJ.
“Ha?? Sudah orang kedelapan? Mainnya masih liar gitu, gimana yg pertama dan kedua?” tanyanya heran, aku hanya tersenyum saja sambil menghembuskan asap rokok kuat kuat.
Tak lebih 15 menit kami beristirahat, Bobi sudah membawaku kembali mengayuh biduk birahi, ranjang itu serasa terlalu sempit untuk kami berdua, berbagai gaya dan posisi kami lewati dalam mengarungi lautan birahi. Bahkan kamipun berpindah medan, di sofa tanpa memperdulikan JJ yg makin asyik menikmati permainan kami berdua.
Kali ini lebih lama dari sebelumnya, entah sudah berapa kali kugapai orgasme hingga kamipun terkapar dalam indahnya kenikmatan birahi. Hampir satu jam kami lewati dan aku benar benar tiada daya lagi, bahkan untuk ke kamar mandipun kakiku serasa berat melangkah.
Pukul 2 dini hari, Bobi meninggalkan kami, kulepas kepergiannya dengan berat hati, sebenarnya aku ingin dia tinggal hingga besok tapi dia harus pulang, maklum masih ikut orang tua. Setelah mengantar Bobi hingga pintu, tanpa mandi, kubersihkan memekku dari spermanya.
Kamar itu serasa hampa tanpa keberadaannya, apalagi hanya si jelek JJ dengan senyum seringai bak srigala buas yg siap menerkam. Hanya 10 menit semenjak kepergian Bobi, JJ sudah mulai merajuk, tangannya menjamah sekujur tubuhku yg masih berkeringat, dia tak peduli dengan bekas keringat Bobi yg masih menempel di tubuhku dan belum aku bersihkan.
“Aku udah capek Om, besok pagi aja ya” tolakku halus tapi dia tak peduli.
“Nggak, justru aku ingin lihat kamu sampai batas terakhir, bila perlu sampai pingsan juga nggak apa apa, seperti apa sih daya tahan kamu yg hebat itu?” desaknya mulai mengulum putingku seiring permainan jari jari pada memek.
Sungguh beda rasanya cumbuan JJ dan Bobi, meski dia lebih pintar tapi aku lebih menyukai cumbuan Bobi. Kupejamkan mataku rapat rapat membayangkan Bobi masih ada dan sedang mencumbuku, bahkan saat kurasakan sentuhan di bibirku, akupun membalas lumatan itu seakan sedang berciuman dengannya.
Sisa malam aku habiskan dengan melayani nafsu birahi JJ, dan sepanjang itu pula bayangan Bobi selalu melayang layang dalam angan. Aku merasakan kuluman Bobi saat JJ mencumbuku, bahkan kocokannya serasa Bobi yg melakukan, entahlah mungkin juga JJ yg sudah banyak pengalaman bisa membedakan khayalanku tapi mungkin juga dia menikmatinya karena permainan jadi bertambah panas. Terlupakan sudah kelelahan dan keletihan yg kualami, tak terhitung berapa kali lagi aku mendapatkan orgasme tambahan dari JJ, sepertinya aku benar benar dipacu hingga batas terakhir birahiku.
Terlupakan sudah bahwa JJ tua yg bertubuh gendut dengan mata agak juling sedang memacu birahinya diatas tubuhku, yg ada hanyalah seraut wajah dan bayangan si Bobi yg macho.
Hingga semburat sinar matahari yg mulai menampakkan dirinya diufuk sana, kami baru bisa memejamkan mata dengan keletihan yg teramat sangat, sepertinya aku tak mampu lagi melalui hari esok.
Bunyi telepon membangunkanku, JJ masih terlelap dengan dengkurnya yg keras seperti Babi yg sedang digorok, kembali perasaan jijik menghampiri mengingat bahwa tubuh gendut dan jelek itu semalam telah menyetubuhiku habis habisan dan lebih memalukan lagi bahwa akupun bisa menggapai orgasme darinya meskipun dengan caraku sendiri.
“Hei bangun putri malas” teriak Ana setelah tahu aku yg terima, entah dari mana dia tahu aku berada disini.
“Sialan kamu, aku barusan tidur jam 6 tadi, masih ngantuk nih” jawabku agak marah karena tidurku terganggu.
“Nona manis, sekarang udah hampir jam 11, jadi kamu tidur udah 5 jam, cukup tuh” jawabnya tak kalah sengit.
“Iya.. Yaa.. Yaa, ada apa sih?” tanyaku masih menahan kantuk.
“Waktunya bayar hutang” jawabnya mengingatkan taruhanku.
“Aduuh, aku capek banget nih, apa nggak bisa besok aja” jawabku.
“NO Way sayang, aku udah bikin janjian untuk kamu dan tak mungkin lagi diundur” desaknya.
Dengan berbagai alasan aku berusaha menolak tapi Ana tetap mendesak, akhirnya akupun menyerah untuk menemani tamu pilihannya nanti saat jam makan siang, berarti 1 jam lagi.
“Oke jam 12 aku telepon lagi dimana kamu temuin dia”
“Siapa sih tamunya..” dia sudah menutup teleponnya.
Kutinggalkan JJ yg masih juga mendengkur, siraman air hangat rasanya mengembalikan kesegaran tubuhku yg serasa raib ditelan ganasnya gelombang nafsu. Kumanjakan diriku dalam pelukan air hangat di bathtub, hampir 30 menit aku berendam dengan santainya.
Aku terkaget dan ketika kurasakan sesosok tubuh memasuki bathtub, tentu saja si juling JJ karena memang hanya ada dia.
“Boleh ikutan kan sayang” sapanya tanpa menunggu jawabanku tubuhnya sudah memasuki bathtub, air menjadi tumpah semua dan bathtub itu serasa terlalu kecil untuk kami berdua. “Om, aku ada janjian jam 12 nanti, please tolong aku dong Om” aku merajuk protes saat tangan JJ mulai menjamah toketku, aku tak ingin kelelahan sekarang, masih nggak tahu kayak apa laki laki yg akan disodorkan Ana nanti, tapi aku yakin bahwa tamu itu pasti spesial.
Bukannya beringsut tapi malah meremas remas toketku dan mulai menciumi leherku.
“Semakin cepat melayaniku semakin cepat pula selesai dan kamu tak akan terlambat janjian” bisiknya sebelum mengulum telingaku.
Rasanya sudah nggak ada lagi jalan keluar, terpaksa kulayani kembali nafsu birahi si bandot tua itu, padahal semalam kami sudah bercinta hingga batas terakhir tapi sepertinya tak ada kata puas dari dia.
“Oke, sampai ada telepon nanti, selesai atau nggak, your time is over” syaratku, sebenarnya adalah suatu kesalahan besar karena masih 20 menit dari jam 12, kalau tdk bersyarat mungkin bisa kuselesaikan 5-10 menit.
Akupun mengambil posisi dogie, dan untuk kesekian kalinya penis JJ kembali melesak diantara celah kenikmatan merasakan nikmatnya memekku, langsung keluar masuk dengan tempo tinggi diiringi remasan pada toket dan sedikit tamparan pada pantat. Kami bercinta dengan liarnya seperti semalam, begitu liar hingga air bathtub kembali meluber ke lantai, tapi tak kami hiraukan dan desahan nikmatpun tanpa terasa keluar dari mulutku, kuimbangi kocokannya dengan goyangan pinggul.
Entah sudah berapa lama dia menyetubuhiku dari belakang, rasanya tak terlalu lama ketika dia memintaku keluar dari bathtub.
Didudukkan tubuh telanjangku di atas closet yg tertutup, dia lalu berjongkok didepanku, tanpa ragu lidahnya langsung mendarat di memek, aku menggeliat nikmat. Kusadari, inilah ciri permainan JJ, dia senang menjilati memek ditengah permainan tanpa mempedulikan apakah aku atau dia sudah keluar, dan itu sering dilakukan, bisa 3-4 kali oral disela permainan, dan sialnya aku sangat menikmati hal itu, cuma khawatir menjadi ketagihan dengan gaya seperti dia, sepertinya belum pernah kutemui laki laki yg mau menjilati memek di tengah tengah permainan seperti ini.
Sebelum dia melesakkan kembali penisnya, kudengar HP-ku berbunyi, pasti Ana, pikirku. Berarti permainan harus diakhiri, tapi entahlah tiba tiba terasa sayang kalau harus mengakhiri dengan cara begini. Ingin kuabaikan telepon itu tapi aku juga harus jaga gengsi di depan JJ.
“Om telepon udah bunyi tuh” kataku seakan mengingatkan sambil mendorong kepalanya menjauh dari memekku.
Namun aku membiarkan saat tangannya meraba raba tubuhku saat aku menerima telepon Ana.
“Yap, dimana dan dengan siapa?” tanyaku singkat karena kepala JJ sudah berada kembali di selangkanganku saat aku duduk di pinggiran ranjang.
“Sabar non, aku juga lagi nungguin di lobby Garden Palace, dia masih meeting, kamu kesini aja deh temenin aku di coffee shop Kencana, nggak enak nih sendirian” jawabnya.
JJ sudah menelentangkan tubuhku, aku diam saja, bahkan ketika tubuhnya menindihku dan dia berusaha melesakkan kembali penisnya, akupun diam saja, malahan membuka lebar kakiku.
“Nggak mau ah, ngapain nongkrong di situ, kayak orang nggak ada kerjaan saja” tolakku sambil menikmati kocokan dan cumbuan nikmat JJ.
Aku memang paling benci kalau harus nongkrong di lobby atau tempat terbuka seperti itu, apalagi di Garden Palace yg sempat menjadi rumah kedua-ku, tentu masih banyak yg mengenalku. Mati matian aku berusaha menahan desah nikmat dari kocokannya.
“Ih kamu jahat ya, awas nanti pembalasanku..” jawabnya tapi aku tak dapat mendengar lagi lanjutan kata katanya karena kocokan JJ semakin liar, kugigit erat bibirku takut kalau mulutku terbuka hanya desahan yg keluar.
“Oke kalau jagoanmu sudah datang, call me, oke?” jawabku supaya segera bisa mengakhiri pembicaraanku dengannya.
Begitu HP kututup, JJ menyambut dengan hentakan keras, akupun menjerit kaget, permainannya memang kasar seakan ingin membalas dendam atas penolakanku selama ini, itulah yg dilakukannya semalam dan berlanjut hingga siang ini, anehnya akupun menikmati pembalasan dendamnya. Akhirnya perahu birahi kami sampai juga ketepian bersamaan dengan bel HP dari Ana.
“Gimana? Udah datang si arjuna?” tanyaku to the point, padahal tubuh JJ masih ngos ngos-an nangkring diatas menindihku karena sengaja HP itu kuletakkan selalu di dekatku. “Tuan putri, udah kita tunggu nih di kamar 1620, cepat berangkat sekarang” perintahnya langsung mematikan HP.
Kudorong tubuh JJ turun dan aku ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhku lagi.
Setelah kembali berpakaian, me-make up wajahku, kutinggalkan JJ yg masih telentang telanjang memandangku seakan berat melepas kepergianku ke pelukan laki laki lain, padahal itu adalah kerjaan dia sehari hari.
“Wi, kapan kita bisa melakukannya lagi” katanya sambil menyelipkan segebok uang dalam belahan dadaku.
“In your dream” jawabku terus meninggalkan kamar itu.
Hanya perlu 10 menit untuk mencapai Garden Palace, tanpa menoleh kiri kanan aku langsung menuju kamar 1620, seperti biasa aku tak ambil peduli siapa laki laki yg bakal kutemani dan bakal meniduriku.
Ana sudah menunggu di kamar bersama seorang laki laki bule muda dan tampan, bermata biru dan berambut blonde.
“Wi kenalin, Tyo” katanya, kamipun saling bersalaman, kubiarkan dia mencium pipiku.
Kurang ajar si Ana, sudah tahu aku nggak mau melayani bule dia malah ngasih si bule itu, tapi kalau tampan seperti dia nggak ada salahnya dicoba, pikirku dalam hati, jantungku sudah berdetak kencang menyadari bakal melayani bule untuk pertama kalinya.
“Wi, kamu kan nggak mau melayani bule, jadi ini untuk aku, kamu tunggu aja sebentar lagi dia datang kok” kata Ana dalam bahasa jawa, mungkin supaya si bule tdk mengerti.
Sambil berkata demikian dia lalu duduk dipangkuan Tyo dan mereka mulai berciuman tanpa menghiraukan keberadaanku.
Tangan Tyo sudah bergerilya di dada Ana yg tengah mendesis, ciuman Tyo terlihat begitu penuh perasaan dan romantis, aku hanya duduk saja melihat mereka, penasaran untuk menonton bagaimana permainan seorang bule. Tak perlu menunggu lama, pakaian mereka satu demi satu sudah berterbangan. Aku sedikit terkesiap melihat tubuh atletis Tyo apalagi dihiasi penis yg besar nan tegang berwarna kemerahan.
Mereka sudah berpindah ke ranjang, mulanya Tyo melakukan oral pada Ana kemudian berganti posisi, dan dilanjutkan dengan 69, aku bisa melihat dengan jelas bagaimana penis kemerahan itu keluar masuk mulut Ana, terlihat Tyo begitu pintar bermain oral. Dengan tatapan menggoda dia menatapku setiap kali penis itu mau memasuki mulutnya. Ada perasaan penasaran, iri maupun geli melihatnya, terasa penis itu aneh bagiku.
Sesaat terlupakan sudah siapa bakal tamuku, mereka sudah mulai bercinta, Ana tengah menjerit jerit nikmat menerima kocokan penis Tyo yg besar itu. Sepuluh menit berlalu live show dihadapanku ketika bel berbunyi, mereka menghentikan aksinya.
“Tuh lakimu datang” kata Ana yg masih dibawah tindihan Tyo.
Aku beranjak menuju pintu menyambut tamuku, ketika pintu kubuka aku begitu terkejut dengan apa yg ada dihadapanku. Berdiri di depan pintu, seorang laki laki setengah baya dengan pakaian lusuh agak kumal, topi kumal menghiasi kepalanya, menutup rambut yg mulai memutih. Aku tertegun hingga tak sempat mempersilahkan dia masuk.
“Wi, masak tamunya nggak dipersilahkan masuk, masuk aja Pak Bambang” teriak Ana dari atas ranjang.
Aku seperti tersadar, segera kupersilahkan masuk, ternyata Ana dan Tyo sudah mengenakan piyama-nya.
“Pak Bambang, ini Dewi milik Pak Bambang seperti yg kamu inginkan” kata Tyo dengan logat bule-nya.
“Tapi tuan, saya nggak biasa dengan yg seperti ini, apalagi cantik kayak Non Dewi ini, paling juga dengan si Ina pembantu sebelah, apa Non Dewi mau sama saya” kata Pak Bambang terbata bata sambil menatapku bergantian dengan Tyo.
“Pak Bambang pernah ke Tandes atau DolWi?” tanya Ana.
“Eh neng, bikin malu aja, sekali kali sih, itupun kalau dapat persen dari tuan” kata Pak Bambang tersipu.
Kepalaku berputar pening mendengar pembicaraan mereka, laki laki macam apa yg akan disodorkan ke aku ini? Siapakah dia?
“Udah anggap aja dia dari DolWi atau Tandes, nggak ada bedanya, cuma dia lebih cantik dan lebih mulus dan lebih.. Pokoknya lebih dari segalanya deh.. Jauuh, mau nggak?” timpal Ana sambil menatapku.
Aku tak bisa berkata apa apa, sama sekali tak menygka permainan taruhan bisa begini liar.
“Pak Bambang nggak suka sama dia ya, oke I carikan yg lain atau ntar kita ke tempat kamu biasanya” timpal Tyo dengan bahasa yg aneh.
“Bu.. Bukan begitu tuan, aku cuma masih seperti bermimpi” jawab Pak Bambang dengan lugunya, sambil menatap ke bawah, dia seperti tak berani menatapku.
“Wi, kamu ini gimana sih kok diam saja, dia kan tamumu” hardik Ana sambil mendorong tubuhku ke arah Pak Bambang, tercium bau keringatnya yg tdk sedap.
“Udah urus dia, aku mau ngelanjutin, ntar aku keburu drop ngelihat Pak Bambang” bisiknya menggoda dan mendorong tubuhku semakin dekat ke Pak Bambang.
Kutatap matanya dengan penuh kemarahan, tapi dia membalas dengan tatapan penuh kemenangan, dia bisa mendapatkan laki laki seperti Tyo tapi memberiku Pak Bambang. Dengan sangat terpaksa kugandeng Pak Bambang ke kamar mandi, aku ingin memandikan dia dulu, menghilangkan bau keringatnya yg menyengat.
Kukuatkan hatiku ketika melepas pakaian Pak Bambang satu demi satu sambil menggerutu dalam hati, kalau aku diberi tamu yg tua tapi berduit tentu nggak terlalu masalah karena tentunya masih bisa mengharap tip darinya tapi dengan orang seperti Pak Bambang, mana bisa memberiku tip, paling banter kalau dia memang memberi tak lebih dari 10.000, padahal aku biasa memberi tip pada room boy paling tdk 2 lembar 20 ribuan.
Tubuh Pak Bambang sudah telanjang didepanku, terlihat dia agak rikuh didepanku.
“Nggak usah non, aku mandi sendiri aja, non tunggu aja diluar” katanya saat celananya mau kulepas, tapi aku tak mau diketawain Ana.
“Nggak apa Pak, emang udah tugasku kok” jawabku menghibur diri.
“Kalo begitu non juga harus lepas, masak cuma aku yg telanjang” katanya mulai nakal.
Aku terdiam sejenak, agak marah juga sih sebenarnya, tapi dilepas sekarang atau nanti toh akhirnya memang harus dilepas juga. Dengan terpaksa kulepas juga pakaian dan celanaku.
“Non makin cantik kalo begitu” katanya saat aku mulai mengguyurkan air hangat ke tubuhnya.
“Lepas aja itu sekalian non, ntar basah lho” katanya lagi saat aku mulai menyapukan sabun ke tubuhnya.
Akupun menurutinya, sudah kepalang tanggung, pikirku.
“Aku seperti mimpi bisa begini dengan non Dewi” katanya ketika melihat tubuh telanjangku.
Tubuh telanjang kami sudah berada dalam satu bathtub, Pak Bambang sudah mulai berani memegang dan mengelus pundakku ketika aku menyabuni penisnya. Elusannya bergeser ke dadaku dan mulai meremas toket saat kuremas remas penisnya dengan sabun.
“Non jauh lebih sintal dari pada si Ina atau Ijah si janda gatel, apalagi kalau dibandingkan Mince yg di DolWi, wah kalah jauh non, mereka nggak ada apa apanya” katanya sambil meremas dan mempermainkan putingku.
Dalam hati aku mendongkol dan marah dibandingkan dengan pembantu atau para pelacur di DolWi, jelas bukan kelasku mereka itu. Kubiarkan dia dengan gemas mempermainkan toketku, toh dia pasti melakukannya dan lebih dari itu penis yg ada digenggamanku ini juga tak lama lagi akan masuk dan menikmati hangatnya memekku.
“Emang Pak Bambang apanya Tyo” tanyaku sambil mengocok penisnya dengan tanganku.
“Oh dia tuanku, sudah lebih 3 tahun aku menjadi sopirnya, dia itu orangnya baik sekali non, aku sering mendapat persen darinya” katanya memuji muji bos-nya.
Kudengar jeritan kenikmatan dari Ana menikmati permainan Tyo, ingin aku melihat bagaimana Tyo menyetubuhi Ana segera tapi aku harus melayani Pak Bambang dulu.
“Oouughh.. Shit.. Yes.. Yess.. Fuck me hard.. Harder.. Yes harder” berulangkali desahan lepas dari Ana terdengar melewati pintu kamar mandi yg tdk tertutup.
“Aku mah sudah terbiasa mendengar suara suara seperti itu dari neng Ana” katanya mulai mendesis.
Sambil saling memandikan, akhirnya aku tahu kalau Pak Bambang yg sopir itu sering mengantar Tyo dan Ana ke Tretes atau Batu, dan tak jarang dia melihat mereka bercinta, sepertinya Tyo tak peduli kalau dilihat atau diintip sama sopirnya. Bukan cuma dengan Ana tapi begitu juga dengan gadis lain yg dia bawa tapi Ana yg paling sering dia bawa, makanya Ana mengenal Pak Bambang.
Sambil cerita Pak Bambang mulai menyabuni tubuhku, dia sudah berani mencium punggung dan leherku dari belakang disela sela ceritanya. Teriakan dan jeritan Ana masih terdengar, malahan semakin nyaring, sepertinya semakin liar.
Setiap dari luar kota, Tyo selalu memberinya uang lebih, dan untuk pelampiasan dari apa yg dilihat di Tretes atau Batu, Pak Bambang pergi ke DolWi atau Tandes, memang tempat itulah yg bisa dia jangkau. Akhirnya kebiasaan itu ketahuan Tyo, suatu hari Tyo bertanya gadis seperti apa yg diimpikan Pak Bambang.
“Saya mah orang kecil nggak berani berangan angan yg muluk muluk” jawab Pak Bambang waktu itu, tapi Tyo mendesak akhirnya Pak Bambang mengungkapkan impian nakalnya.
Gadis yg putih mulus kalau bisa cina, tinggi, montok dan tentu saja cantik, itu sih semua orang juga mau, ledek Tyo saat mengetahui impian Pak Bambang.
“Jangan kuatir Pak Bambang, impian kamu suatu saat pasti terjadi” janji Tyo.
Minggu besok Tyo mau pulang ke Belanda, karena visanya habis, Pak Bambang tdk berani menagih janjinya tempo hari karena beranggapan itu sekedar menghiburnya, hingga siang tadi sepulang rapat Tyo memintanya untuk naik ke kamar ini sekitar jam 1:30 dan beginilah jadinya.
Kami sudah berpelukan sambil membersihkan sisa sisa sabun yg masih menempel di tubuh kami, tubuhnya yg tdk sampai se-telingaku, dengan mudahnya menciumi leher.
Jerit kenikmatan Ana sudah tak terdengar lagi, ketika Pak Bambang memintaku duduk ditepian bathtub. Aku tahu yg dia mau ketika dia mulai jongkok di depanku, kubuka kakiku lebar saat kepalanya mendekat di selangkangan.
Tanpa canggung Pak Bambang mulai menjilati memekku, kupejamkan mata saat bibirnya menyentuh klitoris, perlahan tapi pasti akupun mulai mendesah, apalagi ketika tangannya pun ikutan bermain di puting. Mau tak mau birahiku mulai bangkit, kuremas remas toketku sambil meremas rambut Pak Bambang yg berada diselangkangan, kutekan semakin dalam.
Ternyata permainan oral Pak Bambang cukup lihai, tak seperti penampilannya yg lugu, dia mahir mempermainkan irama tarian lidahnya pada klitoris, aku masih malu untuk mendesah bebas, hanya rintihan
Lidahnya dengan lincah menyusuri paha, memek dan klitoris, sepertinya tak sejengkal paha yg terlewatkan dari sapuan bibir dan lidahnya. Kalau saja kubiarkan, tentu bekas merah akan banyak bertebaran di pahaku.
Kedua tangan si sopir itu sudah beralih meremas remas kedua toketku dengan kasarnya, diikuti bibir dan lidahnya mendarat pada puncak bukit itu, dengan kuat dia menyedotnya bergantian, aku menggelinjang antara sakit dan geli, kambali dia berusaha meninggalkan bercak merah pada bukitku tapi segera kucegah, mungkin dia begitu gemas melihat kemulusan toketku yg ada dalam genggamannya itu atau ingin menikmati apa yg selama ini dia impikan.
Mataku terlalu lama terpejam berusaha menikmati cumbuan Pak Bambang, hingga aku dikagetkan suara, ketika kubuka mataku, ternyata Ana dan Tyo sudah berdiri disamping kami, mereka masih telanjang. Ana dengan santainya menyandarkan tubuhnya di dada Tyo tanpa risih meskipun didepan sopirnya.
“Udah gantian, kamu yg karaoke Wi” kata Ana.
“Sialan” umpatku dalam hati, kutatap matanya tapi dia membalas tatapanku dengan sorot mata penuh kemenangan menggoda.
Pak Bambang menghentikan cumbuannya, menatapku seakan meminta persetujuan, aku diam saja, tak sanggup untuk meng-iya-kan, padahal sebenarnya memang tugasku.
“Itu para cewek di DolWi atau Tandes aja bisa melakukan, masak Dewi yg terkenal itu nggak mau sih, lagian Tyo juga ingin melihat bagaimana pintarnya kamu setelah kubilang kalau kamu lebih pintar karaoke dari pada aku” lanjut Ana dalam bahasa jawa.
Aku semakin jengkel tapi merasa tertantang saat dibilang Tyo ingin melihat kemahiranku, entah kenapa seakan aku ingin membuktikan dihadapan Tyo bahwa aku lebih hebat dari Ana.
Kuminta Pak Bambang berdiri, penisnya tepat berada didepanku, kupegang dan kuremas remas, lalu kukocok dengan tangan, kembali ada keragu raguan saat penis itu hendak kucium. Kulirik Ana dan Tyo yg tengah melihat kami dengan penuh perhatian, terpancar sorot mata aneh dari Tyo yg tak bisa kuterjemahkan.
penis di genggamanku semakin mengeras seiring desahan nikmat dari Pak Bambang, kubulatkan tekadku sambil memejamkan mata saat bibirku akhirnya menyentuh ujung penis. Sapuan bibir sepanjang penis mengiringi desahan kenikmatan darinya, tangan Pak Bambang mulai meremas remas rambutku, suatu hal yg sangat tabu dilakukan seorang sopir padaku, tapi kali ini dia adalah tamuku yg berhak melakukan apa saja yg dimaui.
Tyo mendekat ketika penis sopirnya memasuki mulutku, rasanya mau muntah merasakan penis itu dimulut, meski ini bukan pertama kali aku mengulum penis dari orang “rendah” macam dia tapi kali ini sungguh lain karena apa yg aku lakukan adalah suatu harga yg harus kubayar, dan aku tak mendapatkan sepeserpun dari perbuatanku ini. Mengingat hal ini, perutku semakin mual tapi tetap kuteguhkan tekadku.
Aku agak “terhibur” saat tangan Tyo yg penuh bulu itu mulai ikutan menyentuhku, mengelus punggung, rambut dan meremas remas toketku dengan lembut, jauh lebih lembut dari Pak Bambang. Kalau saja diperbolehkan, tentu kualihkan kulumanku pada penis Tyo yg kemerahan menggemaskan itu. Tapi, jangankan mengulumnya, ketika tanganku berusaha meraihnya, Ana langsung menepis.
“Ojo nyenggol Tyo” katanya, padahal Tyo tengah meremas remas toket dan mempermainkan putingku.
Sentuhan Tyo membuat birahiku perlahan naik, menghilangkan mual diperut, dan kulumankupun semakin bergairah pada Pak Bambang, tentu saja dia semakin senang menikmatinya, berulangkali lidah dan bibirku menyapu sekujur batang hingga kantong bolanya. Pak Bambang-pun semakin berani, dipegangnya kepalaku dan dikocoknya mulutku dengan penisnya.
“Ya begitu, bagus Pak Bambang.. Faster.. Harder” komentar dan perintah Tyo dengan nada pelo pada sopirnya, sementara dia sendiri meremasku semakin liar dan satu tangannya dari belakang sudah berada di selangkananku.
Tak dapat kutahan lagi ketika pinggulku mulai bergoyang mengikuti permainan jari Tyo pada memek, kini atas dan bawah tubuhku bergoyang bersamaan.
“Kita pindah ke ranjang yuk” usulku sambil berharap bisa mendapat cumbuan lebih banyak dan lebih bebas dari Tyo, meski aku belum pernah melayani bule dan selama ini tdk ingin, tapi untuk Tyo aku tak keberatan sebagai yg pertama.
Tanpa menunggu persetujuan, aku berdiri meninggalkan mereka menuju ranjang, langsung telentang diatas ranjang bersiap menerima cumbuan, terutama Tyo.
Harapan tinggallah harapan, yg muncul ternyata Pak Bambang, tanpa mempedulikan mimik kekecewaanku, dia langsung mencumbu dan menindih tubuhku, menciumi leher dan bibir, melumat habis hingga putingku terasa agak nyeri.
“Oh yess.. Fuck me harder.. Yess faster.. Faster” sayup sayup mulai kudengar jeritan Ana dari kamar mandi.
Sebercak iri melintas dibenakku membayangkan Ana mendapat kocokan dari si bule dengan penis yg besar dan kemerahan itu, sementara aku sendiri hanya mendapatkan sopirnya yg tua dan jelek, rakus lagi.
Pak Bambang mulai menyapukan penisnya ke memekku.
“Non, aku sungguh nggak nygka akan mendapat kesempatan seperti ini, bisa bersama non yg cantik, malah lebih cantik dari neng Ana” katanya seraya mulai memasukkan perlahan penisnya.
Aku sama sekali tdk merasa tersanjung dengan pujian seorang sopir seperti dia.
penis Pak Bambang mulai merasakan nikmatnya memekku, diiringi wajah tuanya yg menyeringai penuh kepuasan dan nafsu bak singa tua mendapat kambing muda. Begitu melesak semua, digenjotnya memekku dengan kecepatan penuh bak mobil tancap gas, tubuh tua itu menelungkup di atasku, terdengar jelas desah napasnya yg menderu dekat telinga, aku sama sekali tak bisa menikmati kocokannya, justru perasaan muak yg kembali menyelimutiku.
Dari dalam kamar mandi Ana berteriak semakin liar, ingin aku melihat apa yg tengah mereka lakukan hingga membuat Ana terdengar begitu histeris.
“Oh.. Yaa.. Come on, Mark can do more than this” terdengar disela desahannya Ana membandingkan Tyo dengan orang lain yg aku sendiri tak tahu.
Aku lebih menikmati desahan dan jeritan Ana daripada permainan Pak Bambang yg tengah mengocokku dengan penuh nafsu, justru suara suara itu lebih membangkitkan birah. Kugoyangkan pantatku mengimbangi gerakannya, bukannya karena aku mulai bernafsu tapi lebih berharap supaya Pak Bambang cepat selesai dan aku bisa melihat permainan Ana dan Tyo.
“Oh no.. No.. Pleasse.. Not my ass..” teriakan Ana menarik perhatianku, Tyo memaksakan anal sex padanya, kudengar Tyo berkata tapi terlalu pelan tak bisa kudengar apalagi dengus napas Pak Bambang tepat di telinga.
“Please.. Please don’t, I never.. Aauuww.. Sshit..” lalu senyap tak terdengar lagi teriakannya, entah apa yg terjadi, apakah dia pingsan?
Tak sempat aku menduga duga karena Pak Bambang sudah melumat bibirku tanpa menghentikan kocokannya.
“Oh shiit.. Bule edaan..my ass.. Ugh.. Ugh..” desah Ana kembali terdengar, rupanya Tyo telah berhasil mem-perawani anus Ana, membayangkan penis yg besar itu keluar masuk lubang anusnya, birahiku kembali naik.
Goyangan pinggulku semakin cepat, ingin segera kutuntaskan tugas berat ini dan aku yakin Pak Bambang tak bisa bertahan lebih lama lagi, apalagi dengan sedikit berpura pura mendesah nikmat.
Dugaanku benar, dari raut wajahnya tampak dia sudah dekat dengan puncaknya.
“Keluarin di luar aja” pintaku sambil pura pura mendesah, rasanya tak rela kalau memekku dikotori spermanya.
Tapi terlambat, belum sempat aku memperhatikannya lebih lanjut tiba tiba kurasakan tubuhnya menegang seiring denyutan kuat penisnya pada memekku, aku menjerit keras, bukannya nikmat tapi karena marah, sopir itu telah “mengotori” memekku dengan spermanya, sperma yg selama ini disemprotkan pada wanita murahan di DolWi atau tandes.
Aku tak sempat mendorongnya keluar karena tubuhnya sudah ditelungkupkan di atasku bersamaan semprotan hangatnya.
“Sialan.. Sialan.. Sialaan, dasar sopir tak tahu diuntung” gerutuku dalam hati sambil merasakan denyutan demi denyutan. “Maaf non, habis tanggung sih, lagian non Dewi membolehkan aku tanpa kondom, biasanya mereka selalu meminta pakai kondom” kata Pak Bambang setelah denyutan itu habis.
Aku tertegun mendengar kalimat terakhirnya.
“Ya udah turun gih, berat nih nggak bisa napas aku” kataku menahan marah sambil mendorong tubuh Pak Bambang yg masih menindihku (saat menulis cerita ini, aku teringat kalau tubuh Pak Bambang mirip Mat Solar dalam sinetron Bajaj Bajuri itu).
Desah kenikmatan dari kamar mandi masih terdengar, segera aku beranjak menuju kamar mandi untuk melihat mereka. Kulihat mereka sedang melakukan dogie di lantai, tampak penis kemerahan itu keluar masuk lubang anus Ana yg tengah mendesah. Tampaknya Ana benar benar sedang melayang tinggi hingga tak menyadari kedatanganku, aku mendekat sambil berharap Tyo mau menjamah dan berbagi gairah denganku.
Tyo yg tengah mengocok anus Ana melihatku, dia menarik tubuh telanjangku dalam pelukannya, inilah pertama kali aku berpelukan dengan seorang bule, telanjang lagi. Maka akupun tak mampu menghindar saat bibir Tyo mendarat ke bibirku dan bibir kamipun bertemu. Aku hanya tertegun tak membalas lumatannya, setelah tangan kekar Tyo yg berbulu itu mulai menjamah dan meremas remas toketku, barulah seakan tersadar.
Namun sebelum aku membalas kuluman itu, ternyata Ana menyadari keberadaanku, disela sela desahan kenikmatannya Ana masih sempat menghardik.
“Wi, stay away from him, don’t even think about it”
Spontan Tyo melepaskan pelukannya dan akupun menjauh melihat mereka dari pintu kamar mandi, rasanya birahiku terbakar hebat tanpa bisa berbuat apa apa, tanpa malu kupermainkan sendiri klitorisku, Tyo hanya tersenyum melihat tingkah lakuku.
Beberapa menit berlalu, mereka belum juga selesai, malahan berpindah ke ranjang tempat Pak Bambang tadi melampiaskan nafsunya padaku. Aku sengaja duduk menjauh dari Pak Bambang sambil melihat Tyo dan Ana bercinta, berbagai posisi telah mereka lakukan, namun belum juga terlihat tanda tanda menuju puncak, tapi aku yakin sekali kalau Ana telah berkali kali menggapainya. Dalam hati aku mengagumi Tyo yg begitu jantan, baik penampilan maupun gaya bercintanya, kembali aku Iri pada Ana.
Ketika Ana sedang bergoyang pinggul di atas Tyo, dia melihatku.
“Wi, sini” ajaknya untuk ikut naik diatas ranjang, akupun dengan senang hati menurutinya, akhirnya kesampaian juga untuk merasakan kejantanan Tyo, pikirku.
Namun aku harus menelan sekali lagi kekecewaan pada detik berikutnya.
“Pak Bambang, kenapa duduk saja, tuh Dewi sudah nganggur dan telah siap” kata Ana lalu melanjutkan goyangan dan desahannya.
Pak Bambang yg merasa mendapat angin segera menuju ranjang dan langsung menubrukku, tubuh telanjang kami kembali menyatu.
Selanjutnya kamipun memacu nafsu di arena yg sama, ranjang. Berulang kali kulihat Ana menatapku dengan sorot penuh kemenangan, dibiarkannya Tyo menyentuh dan menjamah tubuhku, tapi tak sekalipun aku diijinkan untuk menyentuh pasangannya, sepertinya dia benar benar menikmati kemenangannya.
Ana dan Tyo bercinta seperti tak ada hari esok, mereka benar benar liar, mungkin aku juga melakukan hal yg sama kalau mendapatkan pasangan seperti Tyo, tapi kini yg kudapat adalah Pak Bambang, sopirnya.
Hingga akhirnya akupun menyerah kalah atas permainan Ana dan terpaksa harus kurelakan sperma Pak Bambang mencemari memek dan rahimku dua kali lagi.
“Neng boleh tahu nggak kalau sama non Dewi itu berapa ya bayarnya” kata Pak Bambang saat hendak keluar kamar. “Ha? Udah sana sana pergi, yg jelas kamu nggak akan mampu sampai kapanpun” hardik Ana lalu mengusir Pak Bambang keluar kamar.
Sepeninggal Pak Bambang aku masih bersama mereka, sebenarnya berharap untuk mendapatkan sepenggal kenikmatan dari Tyo, tapi hingga batang rokok kedua kuhabiskan sepertinya Ana tdk akan memberi kesempatan itu.
Sesungguhnya aku bisa saja meninggalkan mereka karena taruhan sudah terbayar tapi seberkas harapan masih menahanku untuk lebih lama tinggal bersama mereka. Kalaupun aku tak bisa mendapatkannya paling tdk bisa mengulum penis kemerahan itu atau paling tdk memegang dan meremasnya.
“Wi, aku mau tinggal sampai besok, terserah kamu mau disini atau pergi, tapi jangan harap aku membagi Tyo dengan kamu, karena pasti aku kalah kalau harus bersaing denganmu, seperti yg sudah sudah” kata Ana menggoda.
Daripada menjadi penonton pasif, maka kuputuskan untuk meninggalkan mereka. Lebih baik aku mencari tamu lagi, toh masih belum terlalu malam. Aku bertekad untuk melayani tamuku nanti dengan penuh gairah, beruntunglah tamuku malam ini karena akan mendapat bonus sampai pagi, akan lebih baik kalau bisa 2 in 1 atau bahkan 3 in 1, sekedar pelampiasan birahi, bila perlu bercinta sampai pagi.
Kutinggalkan mereka diiringi jeritan kenikmatan Ana saat penis Tyo sudah kembali keluar masuk lubang anusnya.
Dalam 2 hari ini aku telah mengalami kejadian yg luar biasa, kemarin telah memecahkan rekor untuk melayani laki laki dalam sehari dan berbuat liar seperti pelacur jalanan. Hari ini aku harus melayani seorang sopir dan mulai membayangkan nikmatnya bermain dengan seorang bule seperti Tyo.
Ketika aku melintasi area parkir, kulihat Pak Bambang duduk bergerombol dengan rekan sesama sopir di pojok, kupanggil dia.
“Kalau kamu ngomong macem macem pada siapa saja, awas!!” ancamku, dia hanya manggut manggut.
Sambil menyusuri jalanan malam kota Surabaya, kuhubungi beberapa GM untuk menanyakan orderan, ingin kulampiaskan birahiku segera dengan satu, dua atau bila perlu tiga laki laki sekaligus seperti yg sudah kualami sebelumnya..